Teritorialitas
Pembentukan kawasan teritotial adalah mekanisme perilaku untuk mencapai privasi tertentu. Kalau mekanisme ruang personal tidak memperlihatkan dengan jelas batas-batasan antar diri dengan orang lain, maka pada teritorialitas batas-batas tersebut nyata dengan tempat yang relative tetap.
Tinjauan teori teritorialitas
Sebagai awal teori teritori yang digunakan dalam desain ruang publik, pertama kali teori dikembangkan oleh Altman seorang pakar masalah perilaku. Awalnya dia mengembangkan teori ”Behaviour Constraint ” atau yang biasa disebut dengan teori hambatan perilaku. Premis asal teori ini adalah stimulasi yang berlebih atau yang tidak diinginkan, mendorong terjadinya arousal atau hambatan dalam kapasitas pemrosesan informasi. Akibatnya seseorang atau kelompok merasa kehilangan kontrol terhadap situasi yang sedang terjadi. Hal tersebut menjadi awal terbentuknya teori dan konsep teritori pada desain lingkungan.
… a territory is a delimited space that a person or a group uses and defends as an exclusive preserve. It involves psychological identification with a place, symbolizedby attitudes of possessiveness and arrangement of objects in the area….
Lebih lanjut Irwin Altman menyatakan bahwa :
… Territorial behaviour is a self-other boundary regulation mechanism that involves personalization of or marking a place or object and communication that it is owned by a person or group.
Definisi diatas menyatakan karakter dasar dari suatu teritori yaitu tentang
1. Kepemilikan dan tatanan tempat.
2. Personalisasi atau penandaan wilayah.
3. Taturan atau tatanan untuk mempertahankan terhadap gangguan
4. Kemampuan berfungsi yang meliputi jangkauan kebutuhan fisik dasar sampai kepuasan kognitif dan kebutuhan aesthetic
Berdasar teorisasi tersebut diletakkan dasar pengertian sekaligus batasan definisi tentang tempat privat dan tempat public Place pada pernyataan di atas menunjuk pada ruang dalam konteks perilaku lingkungan yang dinyatakan dengan adanya batas fisik yang dibangun melingkupi suatu ruang ( terkadang dengan tujuan untuk membatasi gerak, pandangan atau suara ). Ruang juga ditandai (sebagai batasan) oleh perilaku organisme yang diwadahinya. Pertahanan atas serangan terhadap territorial hendaknya tidak dibaca secara harfiah. Karakter perilaku keruangan dalam suatu ruangan bisa sangat beragam namun ada satu kesamaan mendasar yang disebut ‘teritoriality’.
Manusia berakal mendudukkan teritory sebagai wilayah kekuasaan dan pemilikan yang merupakan organisasi informasi yang berkaitan dengan identitas kelompok.( sebagai contoh adalah pernyataan ‘apa yang kita punya’ dan ‘apa yang mereka punya’).
Irwin Altman (1975) membagi teritori menjadi tiga kategori dikaitkan dengan keterlibatan personal, involvement, kedekatan dengan kehidupan sehari hari individu atau kelompok dan frekuensi penggunaan.
Tiga kategori tersebut adalah primary,secondary dan public territory.
1. Primary territory, adalah suatu area yang dimiliki, digunakan secara eksklusif, disadari oleh orang lain, dikendalikan secara permanen, serta menjadi bagian utama dalam kegiatan sehari-hari penghuninya.
2. Secondary territory, adalah suatu area yang tidak terlalu digunakan secara eksklusif oleh seseorang atau sdekelompok orang mempunyai cakupan area yang relatif luas, dikendalikan secara berkala.
3. Public territory, adalah suatu area yang digunakan dan dapat diamsuki oleh siapapun akan tetapi ia harus mematuhi norma-norma serta aturan yang berlaku di area tersebut.
Ketiga kategori tersebut sangat spesifik dikaitkan dengan kekhasan aspek kultur masyarakatnya. Kalau merujuk pada batasan diatas maka yang disebut dengan tempat privat adalah setara dengan primary teritory sedangkan tempat publik setara dengan public territory.
Dalam terminologi perilaku , hal diatas berkaitan dengan apa yang disebut sebagai privacy manusia. Seperti yang dinyatakan oleh Edney (1976). Type dan derajat privacy tergantung pola perilaku dalam konteks budaya, dalam kepribadiannya serta aspirasi individu tersebut.
Penggunaan dinding, screen, pembatas simbolik dan pembatas teritory nyata, juga jarak merupakan mekanisme untuk menunjukkan privacy.
Konsep privasi dan teritorial memang terkait erat. Namun definisi privasi lebih ditekankan pada kemampuan individu atau kelompok untuk mengkontrol daya visual, auditory, dan olfactory dalam berinteraksi dengan sesamanya. Dalam arti konsep privacy menempatkan manusia sebagai subyeknya bukan tempat /place yang menjadi subyeknya
Tiap individu mempunyai perbedaan perilaku keruangannya. Perbedaan ini merefleksikan perbedaan pengalaman yang dialami dalam pengelolaan perilaku keruangan sehubungan dengan fungsinya sebagai daya proteksi dan daya komunikasi. Yang menyebabkan perbedaan tanggapan ini antara lain jenis kelamin, daya juang, budaya, ego state, status sosial, lingkungan, dan derajat kekerabatan (affinity) sebagai sub system perilaku. Lebih jauh hal ini akan menentukan kualitas dan keluasan personal space yang dimiliki tiap individu ( disamping tentu saja
adanya pengaruh schemata, afeksi, perilaku nyata, pilihan tiap individu).
Seperti yang telah dikemukan, bahwa pada konsep pendekatan perilaku dalam desain ruang publik, teritorialitas merupakan hal yang sangat mempengaruhi perilaku pada ruang publik, karena pembentukan teritori yang lebih luas dari individu atau kelompok akan menyangkut pula pada hak teritorial individu atau kelompok lainnya. Hal tersebut sering kali membuat terjadinya masalah diruang publik, hingga dalam desain ruang publik harus betul-betul memperhatikan dan menekankan desain pada perilaku teritorialitas.
Teritori interaksi ditujukan untuk sebuah daerah yang secara temporer dikendalikan oleh sekelompok orang yang berinteraksi. Sementara teritori badan dibatasi oleh badan manusia namun berbeda dengan ruang personal yang batasnya bukanlah ruang maya melainkan kulit manusia.
1. Pelanggaran dan pertahanan teritori
Bentuk pelanggaran teritori dapat diindikasikan adalah sebagai suatu invasi ruang. Secara fisik seseorang memasuki teritori orang lain biasanya dengan maksud mengambil kendali atas teritori tersebut.
Bentuk kedua adalah kekerasan sebagai sebuah bentuk pelanggaran yang bersifat temporer atas teritori orang lain, biasanya hal ini bukan untuk menguasai teritori orang lain melainkan suatu bentuk gangguan, seperti gangguan terhadap fasilitas publik.
Bentuk ketiga adalah kontaminasi, yaitu seseorang mengganggu teritori orang lain dengan meninggalkan sesuatu yang tidak menyenangkan seperti sampah, coretan atau merusaknya.
Pertahanan yang dapat dilakukan untuk mencegah pelanggaran teritori antara lain; 1) Pencegahan seperti memberi lapisan pelindung, memberi rambu-rambu atau pagar batas sebagai antisipasi terhadap bentuk pelanggaran.2) Reaksi sebagai respon terhadap terjadinya pelanggaran, seprti menindak si pelanggar.
1. Pengaruh pada teritorialitas.
Beberapa faktor yang mempengaruhi keanekaan teritori adalah karakteristik personal seseorang, perbedaan situasional dan faktor budaya.
a). Faktor Personal
Faktor personal yang mempengaruhi karakteristik seseorang yaitu jenis kelamin, usia dan kepribadian yang diyakini mempunyai pengaruh terhadap sikap teritorialitas.
b). Faktor Situasi
Perbedaan situasi berpengaruh pada teritorialitas, ada dua aspek situasi yaitu tatanan fisik dan sosial budaya yang mempunyai peran dalam menentukan sikap teritorialitas.
c). Faktor budaya
Faktor budaya mempengaruhi sikap teritorialitas. Secara budaya terdapat perbedaan sikap teritori hal ini dilatar belakangi oleh budaya seseorang yang sangat beragam. Apabila seseorang mengunjungi ruang publik yang jauh berada diluar kultur budayanya pasti akan sangat berbeda sikap teritorinya. Sebagai contoh seorang Eropa datang dan berkunjung ke Asia dan dia melakukan interaksi sosial di ruang publik negara yang dikunjungi, ini akan sangat berbeda sikap teritorinya.
2. Teritorialitas dan agresi
Salah satu aspek yang paling menarik dari teritorialitas adalah hubungan antara teritori dan agresi. Walaupun tidak selalu disadari, teritori berfungsi sebagai pemucu agresi dan sekaligus sebagai stabilisator untuk mencegah terjadinya agresi. Salah satu faktor yang mempengaruhi hubungan antara teritorialitas dan agresi adalah status dari teritori tertentu ( apakah teritori tersebut belum terbentuk secara nyata atau dalam perebutan, atau sudah tertata dengan baik ). Ketika teritori belum terbentuk secara nyata, atau masih dalam perebutan agresi lebih sering terjadi.
Apa akibatnya jika terjadi invasi teritori ?, Altman (1975), mengatakan bahwa atribusi yang kita pergunakan untuk menilai suatu tindakan akan menentukan respon terhadap invasi teritori tersebut hingga kita hanya akan merasakan suatu tindakan agresi pada saat kita merasakan tidak orang lain yang kita anggap mengancam. Kemudian secara umum kita memakai respon verbal, kemudian memakai cara-cara fisik seperti memasang papan atau tanda peringatan.
Teritorialitas berfungsi sebagai proses sentral dalam personalisasi, agresi, dominasi, koordinasi dan kontrol.
a). Personalisasi dan penandaan.
Personalisasi dan penandaan seperti memberi nama, tanda atau menempatkan di lokasi strategis, bisa terjadi tanpa kesadaran teritorialitas. Seperti membuat pagar batas, memberi nama kepemilikan. Penandaan juga dipakai untuk mempertahankan haknya di teritori publik, seperti kursi di ruang publik atau naungan.
b). Agresi.
Pertahanan dengan kekerasan yang dilakukan seseorang akan semakin keras bila terjadi pelanggaran di teritori primernya dibandingkan dengan pelanggaran yang terjadi diruang publik. Agresi bisa terjadi disebabkan karena batas teritori tidak jelas.
c). Dominasi dan Kontrol.
Dominasi dan kontrol umumnya banyak terjadi di teritori primer. Kemampuan suatu tatanan ruang untuk menawarkan privasi melalui kontrol teritori menjadi penting.
3. Teritori sebagai perisai perlindungan.
Banyak individu atau kelompok rela melakukan tindakan agresi demi melindungi teritorinya, maka kelihatannya teritori tersebut memiliki beberapa keuntungan atau hal yang dianggap penting. Kebenaran dari kalimat ” Home Sweet Home”, telah diuji dalam berbagai eksperimen. Penelitian mengenai teritori primer, skunder, dan publik menunjukkan, bahwa orang cenderung merasa memiliki kontrol terbesar pada teritori primer, dibanding dengan teritori sekunder maupun teritori publik. Ketika individu mempresepsikan daerah teritorinya sebagai daerah kekuasaannya, itu berarti mempunyai kemungkinan untuk mencegah segala kondisi ketidak nyamanan terhadap teritorinya.
Seringkali desain ruang publik tidak memperhatikan kebutuhan penghuninya untuk memanfaatkan teritori yang dimilikinya.
sumber : ANDRA SELALU TERTAWA
Selasa, 22 Februari 2011
Privacy memiliki 2 jenis penggolongan,
1. Golongan yang berkeinginan untuk tidak diganggu secara fisik.
a. Keinginan untuk menyendiri (solitude)
Misalnya ketika seseorang sedang dalam keadaan sedih dia tidak ingin di ganggu oleh siapapun.
b. Keinginan untuk menjauhkan dari pandangan atau gangguan suara tetangga / lalu lintas (seclusion)
Misalnya saat seseorang ingin menenangkan pikirannya , ia pergi ke daerah pegunungan untuk menjauhkan diri dari keramaian kota.
c. Keinginan untuk intim dengan orang-orang tertentu saja, tetapi jauh dari semua orang (intimacy)
Misalnya orang yang pergi ke daerah puncak bersama orang-orang terdekat seperti keluarga.
2. Golongan yang berkeinginan untuk menjaga kerahasiaan diri sendiri yang berwujud dalam tingkah laku hanya memberi informasi yang dianggap perlu.
a. Keinginan untuk merahasiakan jati diri (anaonimity)
b. Keinginan untuk tidak mengungkapkn diri terlalu banyak kepada orang lain (reserve)
c. Keinginan untuk tidak terlibat dengan tetangga (not neighboring)
sumber : ANDRA SELALU TERTAWA
a. Keinginan untuk menyendiri (solitude)
Misalnya ketika seseorang sedang dalam keadaan sedih dia tidak ingin di ganggu oleh siapapun.
b. Keinginan untuk menjauhkan dari pandangan atau gangguan suara tetangga / lalu lintas (seclusion)
Misalnya saat seseorang ingin menenangkan pikirannya , ia pergi ke daerah pegunungan untuk menjauhkan diri dari keramaian kota.
c. Keinginan untuk intim dengan orang-orang tertentu saja, tetapi jauh dari semua orang (intimacy)
Misalnya orang yang pergi ke daerah puncak bersama orang-orang terdekat seperti keluarga.
2. Golongan yang berkeinginan untuk menjaga kerahasiaan diri sendiri yang berwujud dalam tingkah laku hanya memberi informasi yang dianggap perlu.
a. Keinginan untuk merahasiakan jati diri (anaonimity)
b. Keinginan untuk tidak mengungkapkn diri terlalu banyak kepada orang lain (reserve)
c. Keinginan untuk tidak terlibat dengan tetangga (not neighboring)
sumber : ANDRA SELALU TERTAWA
Privasi (Personal Space)
Privasi adalah salah satu konsep dari gejala persepsi manusia terhadap lingkungannya, dimana konsep ini amat dekat dengan konsep ruang personal dan teritorialitas.
Konsep ‘privacy’ dalam arsitektur bisa diartikan sebagai suatu kebutuhan manusia untuk menikmati sebagian dari kehidupan sehari-harinya tanpa ada gangguan baik langsung maupun tidak langsung oleh subjek lain. Hal ini dinyatakan dalam suatu ruang yang tertutup dari jangkauan pandangan maupun fisik dari pihak luar. Jadi jelas ada batasan-batasan fisik untuk mencapainya.
Pengertian Privasi sendiri antara lain adalah :
Privasi adalah kemampuan satu atau sekelompok individu untuk mempertahankan kehidupan dan urusan personalnya dari publik, atau untuk mengontrol arus informasi mengenai diri mereka. (http://id.wikipedia.org/wiki/Privasi)
Privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu. Tingkatan privasi yang diinginkan menyangkut keterbukaan atau ketertutupan , yaitu adanya keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain atau justru ingin menghindar atau berusaha supaya sukar di capai orang lain. (Dibyo Hartono, 1986)
Psikologi mengartikan ‘privacy’ sebagai kebebasan pribadi untuk memilih apa yang akan di sampaikan. Dengan perkataan lain, ‘privacy’ dalam psikologi belum tentusampaikan atau dikomunikasikan tentang dirinya sendiri dan kepada siapa akan disampaikan akan tercipta hanya dengan adanya batasan-batasan fisik saja. Psikologipun mengklasifikasikan ‘privacy’ ini menjadi: ‘solitude’ yang berarti kesunyian, ‘intimacy’ atau keintiman, ‘anonymity’ atau tanpa identitas, dan ‘reserve’ yang berarti kesendirian.
sumber : Andra selalu tertawa
Konsep ‘privacy’ dalam arsitektur bisa diartikan sebagai suatu kebutuhan manusia untuk menikmati sebagian dari kehidupan sehari-harinya tanpa ada gangguan baik langsung maupun tidak langsung oleh subjek lain. Hal ini dinyatakan dalam suatu ruang yang tertutup dari jangkauan pandangan maupun fisik dari pihak luar. Jadi jelas ada batasan-batasan fisik untuk mencapainya.
Pengertian Privasi sendiri antara lain adalah :
Privasi adalah kemampuan satu atau sekelompok individu untuk mempertahankan kehidupan dan urusan personalnya dari publik, atau untuk mengontrol arus informasi mengenai diri mereka. (http://id.wikipedia.org/wiki/Privasi)
Privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu. Tingkatan privasi yang diinginkan menyangkut keterbukaan atau ketertutupan , yaitu adanya keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain atau justru ingin menghindar atau berusaha supaya sukar di capai orang lain. (Dibyo Hartono, 1986)
Psikologi mengartikan ‘privacy’ sebagai kebebasan pribadi untuk memilih apa yang akan di sampaikan. Dengan perkataan lain, ‘privacy’ dalam psikologi belum tentusampaikan atau dikomunikasikan tentang dirinya sendiri dan kepada siapa akan disampaikan akan tercipta hanya dengan adanya batasan-batasan fisik saja. Psikologipun mengklasifikasikan ‘privacy’ ini menjadi: ‘solitude’ yang berarti kesunyian, ‘intimacy’ atau keintiman, ‘anonymity’ atau tanpa identitas, dan ‘reserve’ yang berarti kesendirian.
sumber : Andra selalu tertawa
Pengertian Teriteriolitas
Teritorialitas adalah suatu tingkah laku yang diasosiasikan pemilikan atau tempat tempat yang ditempatinya atau area yang sering melibatkan ciri pemilikannyadan pertahanan dari serangan orang lain.
Perbedaan Ruang Personal dan Teritorialitas
Ruang personal dibawa kemanapun seseorang pergi, sedangkan teritori memiliki implikasi tertentu yang secara geografis merupakan daerah yang tidak berubah - ubah.
Elemen - Elemen Teritorialitas
Ada 4 karakter dari teritorialitas :
1. Kepemilikan atau Hak dari suatu tempat,
2. Personalisasi atau penandaan dari suatu area tertentu,
3. Hak untuk mempertahankan diri dari gangguan luar, dan
4. Pengatur dari beberapa fungsi, mulai dari bertemunya kebutuhan dasar psikologis sampai kepada kepuasan kognitifdan kebutuhan - kebutuhan estetika.
Teritorialitas dibagi menjadi tiga, yaitu : teritorial primer, teritorial sekunder dan teritorial umum
Teritorialitas Primer
Jenis teritori ini dimiliki serta dipergunakan secara khusus bagi pemiliknya. Pelanggaran terhadapteritori utama ini akan menimbulkan perlawanan dari pemiliknyadan ketidakmampuan untuk mempertahankan teritori utama ini akan mengakibatkan masalah serius terhadap psikologis pemiliknya, yaitu dalam hal harga diri dan identitas.
contoh teritorial berdasarkan di kehidupan sehari - hari misalnya :
Ruang kerja
Ruang tidur
Teritori Sekunder
Jenis teritori ini lebih longgar pemakaian dan kontrol perorangannya. Teritorial ini dapat digunakan orang lainyang masih di dalam kelompok ataupun orang yang mempunyai kepentingan kepada kelompok itu. Sifat teritorial sekunder adalah semi - publik.
contoh teritorial berdasarkan di kehidupan sehari - hari misalnya :
Kantor
Toilet
Teritorial Umum
Teritorial umum dapat digunakan oleh setiap orang dengan mengikuti aturan - aturan yang lazim di dalam masyarakat dimana teritorial umum itu berada. Teritorial umum dapat dipergunakan secara sementara dalam jangka waktu lama maupun singkat.
contoh teritorial berdasarkan di kehidupan sehari - hari misalnya :
Ruang kuliah
Bangku Bus
sumber :bukan arsitek biasa
Perbedaan Ruang Personal dan Teritorialitas
Ruang personal dibawa kemanapun seseorang pergi, sedangkan teritori memiliki implikasi tertentu yang secara geografis merupakan daerah yang tidak berubah - ubah.
Elemen - Elemen Teritorialitas
Ada 4 karakter dari teritorialitas :
1. Kepemilikan atau Hak dari suatu tempat,
2. Personalisasi atau penandaan dari suatu area tertentu,
3. Hak untuk mempertahankan diri dari gangguan luar, dan
4. Pengatur dari beberapa fungsi, mulai dari bertemunya kebutuhan dasar psikologis sampai kepada kepuasan kognitifdan kebutuhan - kebutuhan estetika.
Teritorialitas dibagi menjadi tiga, yaitu : teritorial primer, teritorial sekunder dan teritorial umum
Teritorialitas Primer
Jenis teritori ini dimiliki serta dipergunakan secara khusus bagi pemiliknya. Pelanggaran terhadapteritori utama ini akan menimbulkan perlawanan dari pemiliknyadan ketidakmampuan untuk mempertahankan teritori utama ini akan mengakibatkan masalah serius terhadap psikologis pemiliknya, yaitu dalam hal harga diri dan identitas.
contoh teritorial berdasarkan di kehidupan sehari - hari misalnya :
Ruang kerja
Ruang tidur
Teritori Sekunder
Jenis teritori ini lebih longgar pemakaian dan kontrol perorangannya. Teritorial ini dapat digunakan orang lainyang masih di dalam kelompok ataupun orang yang mempunyai kepentingan kepada kelompok itu. Sifat teritorial sekunder adalah semi - publik.
contoh teritorial berdasarkan di kehidupan sehari - hari misalnya :
Kantor
Toilet
Teritorial Umum
Teritorial umum dapat digunakan oleh setiap orang dengan mengikuti aturan - aturan yang lazim di dalam masyarakat dimana teritorial umum itu berada. Teritorial umum dapat dipergunakan secara sementara dalam jangka waktu lama maupun singkat.
contoh teritorial berdasarkan di kehidupan sehari - hari misalnya :
Ruang kuliah
Bangku Bus
sumber :bukan arsitek biasa
Ruang personal
Edwad Hall, seorang peneliti di bidang ruang personal, membagi jarak antar personal ke dalam 8 bagian. Menurutnya terjadi gradasi jarak berdasarkan tingkat keakraban antar personal. Kedelapan jarak tersebut dikelompokkan ke dalam empat jarak utama, yaitu:
Jarak Intim
Jarak Intim Dekat (0-6 inchi atau 0-15 cm), yaitu jarak yang muncul pada kondisi memeluk, menenangkan, percintaan, pergulatan (olahraga) atau kontak penuh dengan orang lain. Orang-orang tidak hanya berinteraksi pada situasi intim, atau melakukan kegiatan berdasarkan peraturan (gulat), tapi juga bisa terjadi pada kondisi emosi negatif (mis: manajer bola basket yang bertengkar dengan wasit).
Jarak Intimm Jauh (6-18 inc atau 15-45 cm), mewakili hubungan yang cukup erat, misalnya seseorang yang membisikan sesuatu ke temannya,
Jarak Personal
Jarak Personal Dekat (18-30 inc atau 45-75 cm), yang berlaku bagi orang-orang yang saling mengenal satu sama lain dalam konteks yang positif. Biasanya diwakili oleh orang yang saling berteman atau pasangan yang sedang berbahagia.
Jarak Personal Jauh (75 cm-1,2 m), adalah jarak yang digunakan oleh orang-orang yang berteman tapi tidak saling akrab. Biasanya jika kita menjumpai dua orang yang bercakap pada jarak ini maka hampir bisa dipastikan bahwa mereka adalah berteman tapi tidak saling akrab,
Jarak Sosial
Jarak Sosial Dekat (1,2 – 2 m), terjadi pada situasi ketika kita diperkenalkan kepada kawan ibu kita ketika bertemu di super market,
Jarak Sosial Jauh (2-3,5 m), umumnya terjadi ketika melakukan transaksi bisnis resmi. Pada situasi ini sangat kecil atau sama sekali tidak ada suasana pertemanan, karena biasanya masing-masing perusahaan mengutus wakil untuk berinteraksi,
Jarak Publik
Jarak Publik Dekat (3,5-7 m), biasanya digunakan oleh seorang dosen yang mengajar kelas theater yang terdiri dari ratusan murid di mana jika berbicara harus dari jarak yang tepat sehingga suaranya terdengar di seluruh penjuru ruangan. Jika kita berbicara kepada 30-40 orang, kira-kira jarak inilah yang umum kita pakai agar suara kita bisa terdengar jelas oleh masing-masing orang,
Jarak Publik Jauh (7 m atau lebih), biasanya jarak yang disediakan jika ada interaksi masyarakat umum dengan seorang tokoh penting. Akan tetapi jika tokoh itu ingin bercakap maka umumnya dia akan mendekat.
Terakhir (untuk kesempatan ini) ternyata ada beberapa unsur yang mempengaruhi jarak RP seseorang, yaitu:
1. Jenis Kelamin
Umumnya laki-laki memiliki ruang yang lebih besar, walaupun demikian faktor jenis kelamin bukanlah faktor yang berdiri sendiri,
2. Umur
Makin bertambah usia seseorang, makin besar ruang personalnya, ini ada kaitannya dengan kemandirian. Pada saat bayi, hampir tidak ada kemampuan untuk menetapkan jarak karena tingkat ketergantungan yang makin tinggi. Pada usia 18 bulan, bayi sudah mulai bisa memutuskan ruang personalnya tergantung pada orang dan situasi. Ketika berumur 12 tahun, seorang anak sudah menerapkan RP seperti yang dilakukan orang dewasa.
3. Kepribadian,
Orang-orang yang berkepribadian terbuka, ramah atau cepat akrab biasanya memiliki RP yang lebih kecil. Demikian halnya dengan orang-orang yang lebih mandiri lebih memilih ruang personal yang lebih kecil. Sebaliknya si pencemas akan lebih mengambil jarak dengan orang lain, demikian halnya dengan orang yang bersifat kompetitif dan terburu-buru.
4. Gangguan Psikologi atau Kekerasan
Orang yang mempunyai masalah kejiwaan punya aturan sendiri tentang RP ini. Sebuah penelitian pada pengidap skizoprenia memperlihatkan bahwa kadang-kadang mereka membuat jarak yang besar dengan orang lain, tetapi di saat lain justru menjadi sangat dekat
5. Kondisi Kecacatan
Beberapa penelitian memperlihatkan adanya hubungan antara kondisi kecatatan dengan RP yang diterapkan. Beberapa anak autis memilih jarak lebih dekat ke orang tuanya, sedangkan anak-anak dengan tipe autis tidak aktif, anak hiperaktif dan terbelakang mental memilih untuk menjaga jarak dengan orang dewasa.
6. Ketertarikan
Ketertarikan, keakraban dan persahabatan membawa pada kondisi perasaan positif dan negatif antara satu orang dengan orang lain. Namun yang paling umum adalah kita biasanya akan mendekati sesuatu jika tertarik. Dua sahabat akan berdiri pada jarak yang berdekatan dibanding dua orang yang saling asing. Sepasang suami istri akan duduk saling berdekatan dibanding sepasang laki-laki dan perempuan yang kebetulan menduduki bangku yang sama di sebuah taman.
7. Rasa Aman/Ketakutan
Kita tidak keberatan berdekatan dengan seseorang jika merasa aman dan sebaliknya. Kadang ketakutan tersebut berasal dari stigma yang salah pada pihak-pihak tertentu,misalnya kita sering kali menjauh ketika berpapasan dengan orang cacat, atau orang yang terbelakang mental atau bahkan orang gemuk. Mungkin rasa tidak nyaman tersebut muncul karena faktor ketidakbiasaan dan adanya sesuatu yang berbeda.
8. Persaingan/Kerjasama
Pada situasi berkompetisi, orang cenderung mengambil posisi saling berhadapan, sedangkan pada kondisi bekerjasama kita cenderung mengambil posisi saling bersisian. Tapi bisa juga sebaliknya, sepasang kekasih akan duduk berhadapan di ketika makan di restoran yang romantis,sedangkan dua orang pria yang duduk berdampingan di meja bar justru dalam kondisi saling bersaing mendapatkan perhatian seorang wanita yang baru masuk.
9. Kekuasaan dan Status
Makin besar perbedaan status makin besar pula jarak antar personalnya.
10. Pengaruh Lingkungan Fisik
Ruang personal juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan fisik. Di ruang dengan cahaya redup orang akan nyaman jika posisinya lebih berdekatan, demikian halnya bila ruangannya sempit atau kecil. Orang juga cenderung memilih duduk di bagian sudut daripada di tengah ruangan.
11. Dan beberapa variasi lain seperti budaya, religi dan suku/etnis
sumber : Environmental Psychology, Principles and Practices (Robert Gifford, 1997)
Jarak Intim
Jarak Intim Dekat (0-6 inchi atau 0-15 cm), yaitu jarak yang muncul pada kondisi memeluk, menenangkan, percintaan, pergulatan (olahraga) atau kontak penuh dengan orang lain. Orang-orang tidak hanya berinteraksi pada situasi intim, atau melakukan kegiatan berdasarkan peraturan (gulat), tapi juga bisa terjadi pada kondisi emosi negatif (mis: manajer bola basket yang bertengkar dengan wasit).
Jarak Intimm Jauh (6-18 inc atau 15-45 cm), mewakili hubungan yang cukup erat, misalnya seseorang yang membisikan sesuatu ke temannya,
Jarak Personal
Jarak Personal Dekat (18-30 inc atau 45-75 cm), yang berlaku bagi orang-orang yang saling mengenal satu sama lain dalam konteks yang positif. Biasanya diwakili oleh orang yang saling berteman atau pasangan yang sedang berbahagia.
Jarak Personal Jauh (75 cm-1,2 m), adalah jarak yang digunakan oleh orang-orang yang berteman tapi tidak saling akrab. Biasanya jika kita menjumpai dua orang yang bercakap pada jarak ini maka hampir bisa dipastikan bahwa mereka adalah berteman tapi tidak saling akrab,
Jarak Sosial
Jarak Sosial Dekat (1,2 – 2 m), terjadi pada situasi ketika kita diperkenalkan kepada kawan ibu kita ketika bertemu di super market,
Jarak Sosial Jauh (2-3,5 m), umumnya terjadi ketika melakukan transaksi bisnis resmi. Pada situasi ini sangat kecil atau sama sekali tidak ada suasana pertemanan, karena biasanya masing-masing perusahaan mengutus wakil untuk berinteraksi,
Jarak Publik
Jarak Publik Dekat (3,5-7 m), biasanya digunakan oleh seorang dosen yang mengajar kelas theater yang terdiri dari ratusan murid di mana jika berbicara harus dari jarak yang tepat sehingga suaranya terdengar di seluruh penjuru ruangan. Jika kita berbicara kepada 30-40 orang, kira-kira jarak inilah yang umum kita pakai agar suara kita bisa terdengar jelas oleh masing-masing orang,
Jarak Publik Jauh (7 m atau lebih), biasanya jarak yang disediakan jika ada interaksi masyarakat umum dengan seorang tokoh penting. Akan tetapi jika tokoh itu ingin bercakap maka umumnya dia akan mendekat.
Terakhir (untuk kesempatan ini) ternyata ada beberapa unsur yang mempengaruhi jarak RP seseorang, yaitu:
1. Jenis Kelamin
Umumnya laki-laki memiliki ruang yang lebih besar, walaupun demikian faktor jenis kelamin bukanlah faktor yang berdiri sendiri,
2. Umur
Makin bertambah usia seseorang, makin besar ruang personalnya, ini ada kaitannya dengan kemandirian. Pada saat bayi, hampir tidak ada kemampuan untuk menetapkan jarak karena tingkat ketergantungan yang makin tinggi. Pada usia 18 bulan, bayi sudah mulai bisa memutuskan ruang personalnya tergantung pada orang dan situasi. Ketika berumur 12 tahun, seorang anak sudah menerapkan RP seperti yang dilakukan orang dewasa.
3. Kepribadian,
Orang-orang yang berkepribadian terbuka, ramah atau cepat akrab biasanya memiliki RP yang lebih kecil. Demikian halnya dengan orang-orang yang lebih mandiri lebih memilih ruang personal yang lebih kecil. Sebaliknya si pencemas akan lebih mengambil jarak dengan orang lain, demikian halnya dengan orang yang bersifat kompetitif dan terburu-buru.
4. Gangguan Psikologi atau Kekerasan
Orang yang mempunyai masalah kejiwaan punya aturan sendiri tentang RP ini. Sebuah penelitian pada pengidap skizoprenia memperlihatkan bahwa kadang-kadang mereka membuat jarak yang besar dengan orang lain, tetapi di saat lain justru menjadi sangat dekat
5. Kondisi Kecacatan
Beberapa penelitian memperlihatkan adanya hubungan antara kondisi kecatatan dengan RP yang diterapkan. Beberapa anak autis memilih jarak lebih dekat ke orang tuanya, sedangkan anak-anak dengan tipe autis tidak aktif, anak hiperaktif dan terbelakang mental memilih untuk menjaga jarak dengan orang dewasa.
6. Ketertarikan
Ketertarikan, keakraban dan persahabatan membawa pada kondisi perasaan positif dan negatif antara satu orang dengan orang lain. Namun yang paling umum adalah kita biasanya akan mendekati sesuatu jika tertarik. Dua sahabat akan berdiri pada jarak yang berdekatan dibanding dua orang yang saling asing. Sepasang suami istri akan duduk saling berdekatan dibanding sepasang laki-laki dan perempuan yang kebetulan menduduki bangku yang sama di sebuah taman.
7. Rasa Aman/Ketakutan
Kita tidak keberatan berdekatan dengan seseorang jika merasa aman dan sebaliknya. Kadang ketakutan tersebut berasal dari stigma yang salah pada pihak-pihak tertentu,misalnya kita sering kali menjauh ketika berpapasan dengan orang cacat, atau orang yang terbelakang mental atau bahkan orang gemuk. Mungkin rasa tidak nyaman tersebut muncul karena faktor ketidakbiasaan dan adanya sesuatu yang berbeda.
8. Persaingan/Kerjasama
Pada situasi berkompetisi, orang cenderung mengambil posisi saling berhadapan, sedangkan pada kondisi bekerjasama kita cenderung mengambil posisi saling bersisian. Tapi bisa juga sebaliknya, sepasang kekasih akan duduk berhadapan di ketika makan di restoran yang romantis,sedangkan dua orang pria yang duduk berdampingan di meja bar justru dalam kondisi saling bersaing mendapatkan perhatian seorang wanita yang baru masuk.
9. Kekuasaan dan Status
Makin besar perbedaan status makin besar pula jarak antar personalnya.
10. Pengaruh Lingkungan Fisik
Ruang personal juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan fisik. Di ruang dengan cahaya redup orang akan nyaman jika posisinya lebih berdekatan, demikian halnya bila ruangannya sempit atau kecil. Orang juga cenderung memilih duduk di bagian sudut daripada di tengah ruangan.
11. Dan beberapa variasi lain seperti budaya, religi dan suku/etnis
sumber : Environmental Psychology, Principles and Practices (Robert Gifford, 1997)
berhubungan dengan Kesesakan
A. Pengertian Kesesakan
Menurut Altman (1975), kesesakan adalah suatu proses interpersonal pada suatu tingkatan interaksi manusia satu dengan lainnya dalam suatu pasangan atau kelompok kecil. Perbedaan pengertian antara crowding (kesesakan) dengan density (kepadatan) sebagaimana yang telah dibahas di bab terdahulu tidaklah jelas benar, bahkan kadang-kadang keduanya memiliki pengertian yang sama dalam merefleksikan pemikiran secara fisik dari sejumlah manusia dalam suatu kesatuan ruang. MenurutAltman(1975),HeimstradanMcFarling(1978)antara kepadatan dankesesakan memiliki hubungan yang erat karena kepadatan merupakan salah satu syarat yang dapat menimbulkan kesesakan, tetapibukan satu-satunya syaratyangdapat menimbulkan kesesakan. Kepadatan yang tinggi dapat mengakibatkan kesesakan pada individu (Heimstra dan McFarling, 1978; Holahan, 1982).Baum dan Paulus ( 1987) menerangkan bahwa proses kepadatan dapat dirasakan sebagai kesesakan atau tidak dapat ditentukan oleh penilaian individu berdasarkan empat faktor:
a. karakteristik seting fisik
b. karakteristik seting sosial
c. karakteristik personal
d. kemampuan beradaptasi
Stokols (dalam Altman, 1975) membedakan antara kesesakan bukan sosial {nonsocial crowding) yaitu di mana faktor-faktor fisik menghasilkan perasaan terhadap ruang yang tidak sebanding, seperti sebuah ruang yang sempit, dan kesesakan sosial {social crowding) yaitu perasaan sesak mula-mula datang dari kehadiran orang lain yang terlalu banyak. Stokols juga menambahkan perbedaan antara kesesakan molekuler dan molar. Kesesakan molar {molar crowding) yaitu perasaan sesak yang dapat dihubungkan dengan skala luas, populasi
penduduk kota, sedangkan kesesakan molekuler {moleculer crowding) yaitu perasaan sesak yang menganalisis mengenai individu, kelompok kecil dan kejadian-kejadian interpersonal. Morris (dalam Iskandar, 1990) memberi pengertian kesesakan sebagai defisit suatu ruangan. Hal ini berarti bahwa dengan adanya sejumlah orang daiam suatu hunian rumah,maka ukuran per meter persegi setiap orangnya menjadi kecil, sehingga dirasakan adanya
kekurangan ruang. Dalam suatu unit hunian, kepadatan ruang harus diperhitungkan dengan mebel dan peralatan yang diperlukan untuk suatu aktivitas. Oleh karenanya untuk setiap ruang akan memerlukan suatu ukuran standar ruang yang berbeda, karena fungsi dari ruang itu berbeda.
Besar kecilnya ukuran rumah menentukan besarnya rasio antara penghuni dan tempat {space) yang tersedia. Makin besar rumah dan makin sedikit penghuninya, maka akan semakin besar rasio tersebut. Sebaliknya, makin kecil rumah dan makin banyak penghuninya, maka akan semakin kecil rasio tersebut, sehingga akan timbul perasaan sesak {crowding) (Ancok, 1989).
Adapun kesesakan dikatakan sebagai keadaan motivasional yang merupakan interaksi dari faktor spasial, sosial dan personal, dimana pengertiannya adalah persepsi individu terhadap keterbatasan ruang sehingga timbul kebutuhan akan ruang yang lebih luas. Jadi rangsangan berupa hal-hal yang berkaitan dengan keterbatasan ruang di sini kemudian diartikan sebagai suatu kekurangan.
Pendapat lain datang dari Kapoport (dalam Stokols dan Altman, 1987) yang mengatakan kesesakan adalah suatu evaluasi subjektif dimana besarnya ruang dirasa tidak mencukupi, sebagai kelanjutan dari persepsi langsung terhadap ruang yang tersedia.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah pada dasarnya batasan kesesakan melibatkan persepsi seseorang terhadap keadaan ruang yang dikaitkan dengan kehadiran sejumlah manusia, dimana ruang yang tersedia dirasa terbatas atau jumlah manusianya yang dirasa terlalu banyak.
B. Teori-teori Kesesakan
Untuk menerangkan terjadinya kesesakan dapat digunakan tiga. model teori, yaitu beban stimulus, kendala perilaku dan teori ekologi (Bell dkk., 1978; Holahan, 1982). Menurut model beban stimulus, kesesakan akan terjadi pada individu yang dikenai terlalu banyak stimulus, sehingga individu tersebut tak mampu lagi memprosesnya. Model kendala perilaku menerangkan bahwa kesesakan terjadi karena adanya kepadatan sedemikian rupa, sehingga individu merasa terhambat untuk melakukan sesuatu. Hambatan ini mengakibatkan individu tidak dapat mencapai tujuan yang diinginkannya. Terhadap kondisi
tersebut, individu akan melakukan psychological reactance, yaitu suatu bentuk perlawanan terhadap kondisi yang mengancam kebebasan untuk memilih. Bentuk psychological reac-tance tersebut adalah usaha-usaha untuk mendapatkan lagi kebebasan yang hilang, misalnya dengan cara mencari lingkungan baru atau dengan menata kembali lingkungan yang menyesakkan tersebut. Sedangkan pembahasan teori ekologi membahas kesesakan dari
sudut proses sosial.
Teori Beban Stimulus. Pendapat teori ini mendasarkan diri pada pandangan bahwa kesesakan akan terbentuk bila stimulus yang diterima individu melebihi kapasitas kognitifnya sehingga timbul kegagalan memproses stimulus atau informasi dari lingkungan. Schmidt dan Keating ( 1979) mengatakan bahwa stimulus di sini dapat berasal dari kehadiran banyak orang beserta aspek-aspek interaksinya, maupun kondisi-kondisi fisik dari lingkungan sekitar yang
menyebabkan bertambahnya kepadatan sosial. Berlebihnya informasi dapat terjadi karena beberapa faktor, sepati :
(a) kondisi lingkungan fisik yang tidak menyenangkan
(b) jarak antar individu (dalam arti fisik) yang terlalu dekat
(c) suatu percakapan yang tidak dikehendaki
(d) terlalu banyak mitra interaksi
(e) interaksi yang terjadi dirasa terlalu dalam atau terlalu lama
Individu akan melakukan penyaringan atau pemilahan terhadap informasi yang berlebihan tersebut. Stimulus yang tidak berhubungan langsung dengan kepentingannya akan diabaikan. Stimulus yang penting dan bermanfaat bagi dirinyalah yang akan diperhatikan (Bell dkk., 1978; Holahan, 1982), Hal tersebut disarankan oleh Milgram (dalam Perlman dan Cosby,1983) bagi penduduk kota untuk melakukan beberapa strategi untuk menyaring informasi yang mereka terima berlebih. Strategi pertama adalah membuat perbedaan-perbedaan antara informasi yang mendapat prioritas tinggi dengan rendah dan hanya akan memperhatikan informasi yang mendapat prioritas tinggi.-Strategi kedua adalah membatasi waktu yang digunakan untuk memperhatikan tiap-tiap informasi bahkan menolak informasi yang dating bersama-sama. Dengan strategi ini diharapkan intensi informasi yang datang akan berkurang. Teori Ekologi. Micklin (dalam Holahan, 1982) mengemukakan sifat-sifat umum model
ekologi pada manusia.
Pertama, teori ekologi perilaku memfokuskan pada hubungan timbale balik antara orang dengan lingkungannya.
Kedua, unit analisisnya adalah kelompok social dan bukan individu, dan organisasi sosial memegang peranan sangat penting.
Ketiga,menekankan pada distribusi dan penggunaan sumber-sumber material dan sosial.Wicker ( 1976) mengemukakan teorinya tentang manning. Teori ini berdiri atas pandangan bahwa kesesakan tidak dapat dipisahkan dari faktor seting dimana hal itu terjadi, misalnya pertunjukan kethoprak atau pesta ulang tahun.
Analisis terhadap seting meliputi :
1) Maintenance Minimum, yaitu jumlah minimum manusia yang mendukung suatu seting agar suatu aktivitas dapat berlangsung. Agar pembicaraan menjadi lebih jelas, akan digunakan kasus pada sebuah rumah sebagai contoh suatu seting. Dalam hal ini, yang dinamakan maintenance setting adalah jumlah penghuni rumah minimum agar suatu ruang tidur ukuran 4x3 meter bisa dipakai oleh anak-anak supaya tidak terlalu sesak dan tidak terlalu longgar.
2) Capacity, adalah jumlah maksimum penghuni yang dapat ditampung oleh seting tersebut (jumlah orang maksimum yang dapat duduk di ruang tamu bila sedang dilaksanakan hajatan).
3) Applicant, adalah jumlah penghuni yang mengambil bagian- dalam suatu seting. Applicant dalam seting rumah dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
Performer, yaitu jumlah orang yang memegang peran utama, dalam hal ini suami
dan isteri. Non-performer, yaitu jumlah orang yang terlibat dalam peran-peran sekunder, dalam hal ini anak-anak atau orang lain dalam keluarga. Besm\y&maintenancèminimumanteTaperformerdannon-performerùdak selalu sama. Dalam seting tertentu, jumlah performer lebih sedikit daripada jumlah non-performer, dalam seting lain mungkin sebaliknya.
Jika applicant lebih sedikit daripada maintenance minimum, berarti jumlah warga yang dibutuhkan untuk terjadinya suatu aktivitas tidak mencukupi. Keadaan ini disebut Pada dasarnya kesesakan akan terjadi bila sistem regulasi privasi seseorang tidak berjalan secara efektif sehingga lebih banyak kontak sosial yang tidak diinginkan. Akan tetapi sebenarnya kesesakan juga dapat terjadi meskipun seseorang berhasil mencapai tingkat privasi yang diinginkan. Kesesakan timbul karena ada usaha-usaha yang terlalu banyak, yang membutuhkan energi fisik maupun psikis untuk mengatur tingkat interaksi yang diinginkan.
Menurut Altman kondisi kesesakan yang ekstrim akan timbul bila faktor-faktor di bawah ini muncul secara simultan:
1 ). Kondisi-kondisi pencetus, terdiri dari tiga faktor:
a) Faktor-faktor situasional, seperti kepadatan ruang yang tinggi dalam jangka waktu yang lama, dengan sumber-sumber pilihan perilaku yang terbatas.
b) Faktor-faktor personal, seperti kurangnya kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dalam situasi yang padat dan rendahnya keinginan berinteraksi dengan orang lain yang didasarkan pada latar belakang pribadi, suasana hati, dan sebagainya.
c) Kondisi interpersonal, seperti gangguan sosial, ketidakmampuan memperoleh
sumber-sumber kebutuhan, dan gangguan-gangguan lainnya.
2). Serangkaian faktor-faktor organismik dan psikologis seperti stres, kekacauan pikiran, dan perasaan kurang enak badan.
3). Respon-respon pengatasan, yang meliputi beberapa perilaku verbal dan non verbal yang tidak efektif dalam mengurangi stres atau dalam mencapai interaksi yang diinginkan dalam jangka waktu yang panjang atau lama.
Jadi kunci utama dalam kerangka pikiran yang dikemukakan oleh Altman adalah bahwa kesesakan yang ekstrim akan timbul bila keseluruhan faktor-faktor tersebut di atas muncul secara bersama-sama atau simultan. Misalnya seseorang yang sedang berada dalam situasi sosial yang padat, selama jangka waktu yang lama, tidak menginginkan interaksi, dan memiliki perasaan stres yang diasosiasikan dengan berbagai macam perilaku pengatasan yang tidak berjalan dengan baik, atau pengatasan tersebut membutuhkan terlalu banyak
energi. Oleh karena faktor-faktor tersebut akan timbul dalam jumlah yang berbeda-beda,maka akan timbul efek kesesakan yang berbeda-beda tingkatannya.
Kesesakan juga dapat timbul bila variabel-variabel tertentu tidak ada, seperti misalnya tidak ada kepadatan. Contohnya jika ada dua orang saja dalam suatu ruangan yang luas, yang satu mengganggu yang lain, dan orang yang diganggu tersebut tidak mampu mengusir orang yang mengganggu itu, sehingga akan timbul stres yang dapat mengurangi efektivitas respon-respon pengatasan, maka kesesakan akan timbul. Altman ( 1975) membuat model kesesakan tersebut.
Model tersebut menerangkan bahwa dap individu mempunyai tingkat privasi yang berbeda-beda. Privasi yang diinginkan seseorang terbentuk dari kombinasi faktor-faktor personal, interpersonal, dan situasional. Kombinasi dari faktor-faktor tersebut disebut dengan situation definition.
Untuk mendapatkan interaksi yang diinginkan individu menggunakan bermacam-
macam mekanisme penyesuaian diri (coping), antara lain verbal, paraverbal, non verbal, ruang personal, dan perilaku teritori.
C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kesesakan
Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kesesakan yaitu: personal, sosial, dan fisik, yang akan dibahas satu persatu.
Faktor Personal. Faktor personal terdiri dari kontrol pribadi dan locus of control; budaya, pengalaman, dan proses adaptasi; serta jenis kelamin dan usia.
a). Kontrol pribadi dan locus of control
Seligman dan kawan-kawan (dalam Worchel dan Cooper, 1983) mengatakan bahwa kepadatan tinggi baru akan menghasilkan kesesakan apabila individu sudah tidak mempunyai control terhadap lingkungan di sekitarnya, sehingga kesesakan dapat dikurangi pengaruhnya bila individu tersebut memainkan peran kontrol pribadi di dalamnya. Penelitian yang dilakukan di asrama mahasiswa mendapatkan kesimpulan bahwa hilangnya pengaturan kontrol pada tempat tinggal yang padat ditandai dengan adanya rasa sesak. Kelompok mahasiswa penghuni asrama yang lebih sempit mulai merasakan tempat tinggal mereka lebih sesak setelah kehilangan kontrol atas pengalaman-pengalaman sosial yang terjadi disbanding kelompok mahasiswa penghuni asrama yang lebih luas (Baum, Aiello dan Calesnick, 1978). Individu yang mempunyai locus of control internal, yaitu kecenderungan individu untuk mempercayai (atau tidak mempercayai) bahwa keadaan yang ada di dalam dirinyalah yang berpengaruh terhadap kehidupannya, diharapkan dapat mengendalikan kesesakan yang lebih
baik daripada individu yang mempunyai locus of control eksternal (Gifford, 1987)
b). Budaya, pengalaman, dan proses adaptasi
Suatu penelitian yang dilakukan oleh Nasar dan Min (dalam Gifford, 1987), yang mencoba membandingkan kesesakan yang dialami oleh orang Asia dan orang Mediterania yang tinggal di asrama yang sama di Amerika Utara, menemukan adanya perbedaan persepsi terhadap kesesakan pada individu dengan latar belakang budaya yang berbeda, dimana orang Mediterania merasa lebih sesak daripada orang Asia.
Sundstrom (dalam Gifford, 1987) mengatakan bahwa pengalaman pribadi dalamkondisi padat dimana kesesakan terjadi dapat mempengaruhi dapat mempengaruhi tingkat toleransi individu terhadap stres akibat kesesakan yang dialami. Tingkat toleransi akibat adaptasi ini berguna bila individu dihadapkan pada situasi yang baru. Bell dan kawan-kawan (1978) mengatakan bahwa semakin sering atau konstan suatu stimulus muncul, maka akan timbul proses pembiasaan yang bersifat psikologis (adaptasi) dan fisik (habituasi) dalam bentuk respon yang menyebabkan kekuatan stimulus tadi melemah. Karena proses pembiasaan ini berhubungan dengan waktu, maka dalam kaitannya
dengan kesesakan di kawasan tempat tinggal, lamanya individu tinggal di kawasan tersebut akan mempengaruhi perasaan sesaknya.
Menurut Yusuf (1991) keadaan-keadaan kepadatan yang tinggi yang menyebabkan kesesakan justru akan menumbuhkan kreativitas-kreativitas manusia untuk melakukan intervensi sebagai upaya untuk menekan perasaan sesak tersebut. Pada masyarakat Jepang, upaya untuk menekan situasi kesesakan adalah dengan membangun rumah yang ilustratif! yang dindingnya dapat dipisah-pisahkan sesuai dengan kebutuhan sesaat, serta untuk mensejajarkan keadaannya dengan ruang dan wilayah yang tersedia. Pola ini memiliki beberapa kegunaan sesuai dengan kebutuhan sosial penghuninya, seperti untuk makan, tidur, dan rekreasi. Volume dan konfigurasi tata ruang adalah fleksibel, sehingga dapat diubah-ubah sesuai kebutuhan dalam upayanya untuk menekan perasaan sesak.
Bentuk kreativitas bangsa Jepang lain yang merupakan upaya untuk menekan kesesakan dapat dilihat dari kemampuannya untuk menciptakan sesuatu yang sifatnya miniatur.
Peficiptaan bonsai dan suiseki merupakan manifestasi keinginan orang Jepang untuk mengintervensi keadaan yang sesak.
Studi lain dilakukan oleh Anderson (dalam Yusuf, 1991) pada keluarga-keluarga Cina yang tinggal secarakomunal di Malaysia. Keluarga-keluarga ini mempertahankan pemisahan ruang yang bisa dikunjungi dan ruang yang tidak bisa dilihat atau ditempati. Mereka juga memelihara pemisahan keluarga tersebut dengan keluarga lain dalam pengertian terdapat beberapa praktek budaya, termasuk di antaranya larangan (bahkan tabu) untuk memasuki dan
melihat ruang tidur orang lain dan mereka membagikan beberapa papan sebagai dinding untuk memisahkan dapur-dapur yang terdapat dalam dapur komunal tersebut.
c). Jenis Kelamin dan usia
Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pada pria pengalaman akan kesesakan ini lebih terlihat dibanding wanita karena lebih menunjukkan sikap-sikap reaktif terhadap kondisi tersebut. Sikap reaktif itu tercemin dalam sikap yang lebih agresif, kompetitif dan negatif dalam berinteraksi dengan orang lain (Altman, 1975; Freedman, 1975; Holahan,1982). Sementara itu Dabbs (1977) mengatakan bahwa perbedaan jenis kelamin tidaklah berpengaruh terhadap kesesakan, melainkan lebih dipengaruhi oleh jenis kelamin mitra yang dihadapi.
Menurut Loo (dalam Gove dan Hughes, 1983) dan Holahan (1982) gejala reaktif
terhadap kesesakan juga lebih terlihat pada individu yang usianya lebih muda dibanding yang lebih tua.
Faktor Sosial. Menurut Gifford (1987) secara personal individu dapat mengalami lebih banyak atau lebih sedikit mengalami kesesakan cenderung dipengaruhi oleh karakteristik yang sudah dimiliki, tetapi di lain pihak pengaruh orang lain dalam lingkungan dapat juga memperburuk keadaan akibat kesesakan. Faktor-faktor sosial yang berpengaruh tersebut
adalah :
a). Kehadiran dan perilaku orang lain
Kehadiran orang lain akan menimbulkan perasaan sesak bila individu merasa terganggu dengan kehadiran orang lain. Schiffenbauer (dalam Gifford, 1987) melaporkan bahwa penghuni asrama akan merasa lebih sesak bila terlalu banyak menerima kunjungan orang lain. Penghuni yang menerima kunjungan lebih banyak juga merasa lebih tidak puas dengan ruangan, teman sekamar, dan proses belajar mereka.
b). Formasi koalisi
Keadaan ini didasari pada pendapat yang mengatakan bahwa meningkatnya kepadatan social akan dapat meningkatkan kesesakan. Karenanya banyak penelitian yang menemukan akibat penambahan teman sekamar (dari satu menjadi dua orang teman) dalam asrama sebagai suatu keadaan yang negatif. Keadaan negatif yang muncul berupa stres, perasaan tidak enak, dan kehilangan kontrol, yang disebabkan karena terbentuknya koalisi di satu pihak dan satu orang yang terisolasi di lain pihak (Gifford, 1987).
c). Kualitas hubungan
Kesesakan menurut penelitian yang dilakukan oleh Schaffer dan Patterson (dalam Gifford, 1987) sangat dipengaruhi oleh seberapa baik seorang individu dapat bergaul dengan orang lain. Individu yang percaya bahwa orang lain mempunyai pandangan yang sama dengan dirinya merasa kurang mengalami kesesakan bila berhubungan dengan orang-orang tersebut.
d). Informasi yang tersedia
Kesesakan juga dipengaruhi oleh jumlah dan bentuk informasi yang muncul sebeium dan selama mengalami keadaan yang padat. Individu yang tidak mempunyai informasi tentang kepadatan merasa lebih sesak daripada individu yang sebelumnya sudah mempunyai informasi tentang kepadatan (Fisher dan Baum dalam Gifford, 1987).
Kepadatan dan Kesesakan
2 Ciri dari Kepadatan dan Kesesakan :
- Kesesakan adalah persepsi terhadap kepadatan dalam arti jumlah manusia, jadi tidak termasuk yang non-manusia.
o Contoh : Orang yang berada di hutan yang penuh pohon-pohon tidak merasa kesesakan, tetapi orang yang berada dalam kamar mandi/toilet umum yang padat pengunjungnya akan merasakan kesesakan.
- Karena kesesakan adalah persepsi maka sifatnya subyektif.
o Orang yang biasa naik bis yang padat penumpangnya, sudah tidak merasa sesak lagi (density tinggi – crowding rendah).
o Orang yang bisa mengendarai kendaraan pribadi, merasa sesak dalam bis yang setengah kosong ( density rendah – crowding tinggi).
Perbedaan kepadatan dan kesesakan :
a. Kepadatan (density) : kendala kekurangan (bersifat obyektif).
b. Kesesakan (crowding) : respon subyektif terhadap ruang yang sesak.
Kepadatan memang merupakan syarat yang diperlukan untuk timbulnya persepsi kesesakan, tetapi bukanlah syarat yang mutlak.
Manusia membedakan kepadatan di dalam rumahnya (Inside density) dan di luar rumahnya (Outside density).
Dari kombinasi 2 jenis kepadatan tersebut diperoleh 4 jenis kepadatan :
1. Kepadatan pedesaan
Kepadatan dalam rumah tinggi, tetapi kepadatan di luar rendah.
2. Kepadatan pinggiran kota (sub urban)
Kepadatan di dalam dan di luar rendah.
3. Kepadatan pemukiman kumuh di kota
Kepadatan di dalam dan di luar tinggi.
4. Kepadatan pemukiman mewah di kota besar
Kepadatan di dalam rumah rendah tetapi di luar tinggi.
Dampak kepadatan dan kesesakan pada manusia
Patologi Sosial
Meningkatnya,
- Kejahatan
- Bunuh diri
- Penyakit jiwa
- Kenakalan remaja
Tingkah laku sosial
- Agresi
- Menarik diri dari lingkungan sosial
- Berkurangnya tingkah laku menolong
- Kecenderungan menjelekkan orang lain
Kinerja
- Hasil dan prestasi kerja menurun
- Suasana hati (mood) cenderung lebih murung
sumber : Dharma, Agus.Teori Arsitektur 3.Jakarta:Gunadarma,1998.
Menurut Altman (1975), kesesakan adalah suatu proses interpersonal pada suatu tingkatan interaksi manusia satu dengan lainnya dalam suatu pasangan atau kelompok kecil. Perbedaan pengertian antara crowding (kesesakan) dengan density (kepadatan) sebagaimana yang telah dibahas di bab terdahulu tidaklah jelas benar, bahkan kadang-kadang keduanya memiliki pengertian yang sama dalam merefleksikan pemikiran secara fisik dari sejumlah manusia dalam suatu kesatuan ruang. MenurutAltman(1975),HeimstradanMcFarling(1978)antara kepadatan dankesesakan memiliki hubungan yang erat karena kepadatan merupakan salah satu syarat yang dapat menimbulkan kesesakan, tetapibukan satu-satunya syaratyangdapat menimbulkan kesesakan. Kepadatan yang tinggi dapat mengakibatkan kesesakan pada individu (Heimstra dan McFarling, 1978; Holahan, 1982).Baum dan Paulus ( 1987) menerangkan bahwa proses kepadatan dapat dirasakan sebagai kesesakan atau tidak dapat ditentukan oleh penilaian individu berdasarkan empat faktor:
a. karakteristik seting fisik
b. karakteristik seting sosial
c. karakteristik personal
d. kemampuan beradaptasi
Stokols (dalam Altman, 1975) membedakan antara kesesakan bukan sosial {nonsocial crowding) yaitu di mana faktor-faktor fisik menghasilkan perasaan terhadap ruang yang tidak sebanding, seperti sebuah ruang yang sempit, dan kesesakan sosial {social crowding) yaitu perasaan sesak mula-mula datang dari kehadiran orang lain yang terlalu banyak. Stokols juga menambahkan perbedaan antara kesesakan molekuler dan molar. Kesesakan molar {molar crowding) yaitu perasaan sesak yang dapat dihubungkan dengan skala luas, populasi
penduduk kota, sedangkan kesesakan molekuler {moleculer crowding) yaitu perasaan sesak yang menganalisis mengenai individu, kelompok kecil dan kejadian-kejadian interpersonal. Morris (dalam Iskandar, 1990) memberi pengertian kesesakan sebagai defisit suatu ruangan. Hal ini berarti bahwa dengan adanya sejumlah orang daiam suatu hunian rumah,maka ukuran per meter persegi setiap orangnya menjadi kecil, sehingga dirasakan adanya
kekurangan ruang. Dalam suatu unit hunian, kepadatan ruang harus diperhitungkan dengan mebel dan peralatan yang diperlukan untuk suatu aktivitas. Oleh karenanya untuk setiap ruang akan memerlukan suatu ukuran standar ruang yang berbeda, karena fungsi dari ruang itu berbeda.
Besar kecilnya ukuran rumah menentukan besarnya rasio antara penghuni dan tempat {space) yang tersedia. Makin besar rumah dan makin sedikit penghuninya, maka akan semakin besar rasio tersebut. Sebaliknya, makin kecil rumah dan makin banyak penghuninya, maka akan semakin kecil rasio tersebut, sehingga akan timbul perasaan sesak {crowding) (Ancok, 1989).
Adapun kesesakan dikatakan sebagai keadaan motivasional yang merupakan interaksi dari faktor spasial, sosial dan personal, dimana pengertiannya adalah persepsi individu terhadap keterbatasan ruang sehingga timbul kebutuhan akan ruang yang lebih luas. Jadi rangsangan berupa hal-hal yang berkaitan dengan keterbatasan ruang di sini kemudian diartikan sebagai suatu kekurangan.
Pendapat lain datang dari Kapoport (dalam Stokols dan Altman, 1987) yang mengatakan kesesakan adalah suatu evaluasi subjektif dimana besarnya ruang dirasa tidak mencukupi, sebagai kelanjutan dari persepsi langsung terhadap ruang yang tersedia.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah pada dasarnya batasan kesesakan melibatkan persepsi seseorang terhadap keadaan ruang yang dikaitkan dengan kehadiran sejumlah manusia, dimana ruang yang tersedia dirasa terbatas atau jumlah manusianya yang dirasa terlalu banyak.
B. Teori-teori Kesesakan
Untuk menerangkan terjadinya kesesakan dapat digunakan tiga. model teori, yaitu beban stimulus, kendala perilaku dan teori ekologi (Bell dkk., 1978; Holahan, 1982). Menurut model beban stimulus, kesesakan akan terjadi pada individu yang dikenai terlalu banyak stimulus, sehingga individu tersebut tak mampu lagi memprosesnya. Model kendala perilaku menerangkan bahwa kesesakan terjadi karena adanya kepadatan sedemikian rupa, sehingga individu merasa terhambat untuk melakukan sesuatu. Hambatan ini mengakibatkan individu tidak dapat mencapai tujuan yang diinginkannya. Terhadap kondisi
tersebut, individu akan melakukan psychological reactance, yaitu suatu bentuk perlawanan terhadap kondisi yang mengancam kebebasan untuk memilih. Bentuk psychological reac-tance tersebut adalah usaha-usaha untuk mendapatkan lagi kebebasan yang hilang, misalnya dengan cara mencari lingkungan baru atau dengan menata kembali lingkungan yang menyesakkan tersebut. Sedangkan pembahasan teori ekologi membahas kesesakan dari
sudut proses sosial.
Teori Beban Stimulus. Pendapat teori ini mendasarkan diri pada pandangan bahwa kesesakan akan terbentuk bila stimulus yang diterima individu melebihi kapasitas kognitifnya sehingga timbul kegagalan memproses stimulus atau informasi dari lingkungan. Schmidt dan Keating ( 1979) mengatakan bahwa stimulus di sini dapat berasal dari kehadiran banyak orang beserta aspek-aspek interaksinya, maupun kondisi-kondisi fisik dari lingkungan sekitar yang
menyebabkan bertambahnya kepadatan sosial. Berlebihnya informasi dapat terjadi karena beberapa faktor, sepati :
(a) kondisi lingkungan fisik yang tidak menyenangkan
(b) jarak antar individu (dalam arti fisik) yang terlalu dekat
(c) suatu percakapan yang tidak dikehendaki
(d) terlalu banyak mitra interaksi
(e) interaksi yang terjadi dirasa terlalu dalam atau terlalu lama
Individu akan melakukan penyaringan atau pemilahan terhadap informasi yang berlebihan tersebut. Stimulus yang tidak berhubungan langsung dengan kepentingannya akan diabaikan. Stimulus yang penting dan bermanfaat bagi dirinyalah yang akan diperhatikan (Bell dkk., 1978; Holahan, 1982), Hal tersebut disarankan oleh Milgram (dalam Perlman dan Cosby,1983) bagi penduduk kota untuk melakukan beberapa strategi untuk menyaring informasi yang mereka terima berlebih. Strategi pertama adalah membuat perbedaan-perbedaan antara informasi yang mendapat prioritas tinggi dengan rendah dan hanya akan memperhatikan informasi yang mendapat prioritas tinggi.-Strategi kedua adalah membatasi waktu yang digunakan untuk memperhatikan tiap-tiap informasi bahkan menolak informasi yang dating bersama-sama. Dengan strategi ini diharapkan intensi informasi yang datang akan berkurang. Teori Ekologi. Micklin (dalam Holahan, 1982) mengemukakan sifat-sifat umum model
ekologi pada manusia.
Pertama, teori ekologi perilaku memfokuskan pada hubungan timbale balik antara orang dengan lingkungannya.
Kedua, unit analisisnya adalah kelompok social dan bukan individu, dan organisasi sosial memegang peranan sangat penting.
Ketiga,menekankan pada distribusi dan penggunaan sumber-sumber material dan sosial.Wicker ( 1976) mengemukakan teorinya tentang manning. Teori ini berdiri atas pandangan bahwa kesesakan tidak dapat dipisahkan dari faktor seting dimana hal itu terjadi, misalnya pertunjukan kethoprak atau pesta ulang tahun.
Analisis terhadap seting meliputi :
1) Maintenance Minimum, yaitu jumlah minimum manusia yang mendukung suatu seting agar suatu aktivitas dapat berlangsung. Agar pembicaraan menjadi lebih jelas, akan digunakan kasus pada sebuah rumah sebagai contoh suatu seting. Dalam hal ini, yang dinamakan maintenance setting adalah jumlah penghuni rumah minimum agar suatu ruang tidur ukuran 4x3 meter bisa dipakai oleh anak-anak supaya tidak terlalu sesak dan tidak terlalu longgar.
2) Capacity, adalah jumlah maksimum penghuni yang dapat ditampung oleh seting tersebut (jumlah orang maksimum yang dapat duduk di ruang tamu bila sedang dilaksanakan hajatan).
3) Applicant, adalah jumlah penghuni yang mengambil bagian- dalam suatu seting. Applicant dalam seting rumah dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
Performer, yaitu jumlah orang yang memegang peran utama, dalam hal ini suami
dan isteri. Non-performer, yaitu jumlah orang yang terlibat dalam peran-peran sekunder, dalam hal ini anak-anak atau orang lain dalam keluarga. Besm\y&maintenancèminimumanteTaperformerdannon-performerùdak selalu sama. Dalam seting tertentu, jumlah performer lebih sedikit daripada jumlah non-performer, dalam seting lain mungkin sebaliknya.
Jika applicant lebih sedikit daripada maintenance minimum, berarti jumlah warga yang dibutuhkan untuk terjadinya suatu aktivitas tidak mencukupi. Keadaan ini disebut Pada dasarnya kesesakan akan terjadi bila sistem regulasi privasi seseorang tidak berjalan secara efektif sehingga lebih banyak kontak sosial yang tidak diinginkan. Akan tetapi sebenarnya kesesakan juga dapat terjadi meskipun seseorang berhasil mencapai tingkat privasi yang diinginkan. Kesesakan timbul karena ada usaha-usaha yang terlalu banyak, yang membutuhkan energi fisik maupun psikis untuk mengatur tingkat interaksi yang diinginkan.
Menurut Altman kondisi kesesakan yang ekstrim akan timbul bila faktor-faktor di bawah ini muncul secara simultan:
1 ). Kondisi-kondisi pencetus, terdiri dari tiga faktor:
a) Faktor-faktor situasional, seperti kepadatan ruang yang tinggi dalam jangka waktu yang lama, dengan sumber-sumber pilihan perilaku yang terbatas.
b) Faktor-faktor personal, seperti kurangnya kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dalam situasi yang padat dan rendahnya keinginan berinteraksi dengan orang lain yang didasarkan pada latar belakang pribadi, suasana hati, dan sebagainya.
c) Kondisi interpersonal, seperti gangguan sosial, ketidakmampuan memperoleh
sumber-sumber kebutuhan, dan gangguan-gangguan lainnya.
2). Serangkaian faktor-faktor organismik dan psikologis seperti stres, kekacauan pikiran, dan perasaan kurang enak badan.
3). Respon-respon pengatasan, yang meliputi beberapa perilaku verbal dan non verbal yang tidak efektif dalam mengurangi stres atau dalam mencapai interaksi yang diinginkan dalam jangka waktu yang panjang atau lama.
Jadi kunci utama dalam kerangka pikiran yang dikemukakan oleh Altman adalah bahwa kesesakan yang ekstrim akan timbul bila keseluruhan faktor-faktor tersebut di atas muncul secara bersama-sama atau simultan. Misalnya seseorang yang sedang berada dalam situasi sosial yang padat, selama jangka waktu yang lama, tidak menginginkan interaksi, dan memiliki perasaan stres yang diasosiasikan dengan berbagai macam perilaku pengatasan yang tidak berjalan dengan baik, atau pengatasan tersebut membutuhkan terlalu banyak
energi. Oleh karena faktor-faktor tersebut akan timbul dalam jumlah yang berbeda-beda,maka akan timbul efek kesesakan yang berbeda-beda tingkatannya.
Kesesakan juga dapat timbul bila variabel-variabel tertentu tidak ada, seperti misalnya tidak ada kepadatan. Contohnya jika ada dua orang saja dalam suatu ruangan yang luas, yang satu mengganggu yang lain, dan orang yang diganggu tersebut tidak mampu mengusir orang yang mengganggu itu, sehingga akan timbul stres yang dapat mengurangi efektivitas respon-respon pengatasan, maka kesesakan akan timbul. Altman ( 1975) membuat model kesesakan tersebut.
Model tersebut menerangkan bahwa dap individu mempunyai tingkat privasi yang berbeda-beda. Privasi yang diinginkan seseorang terbentuk dari kombinasi faktor-faktor personal, interpersonal, dan situasional. Kombinasi dari faktor-faktor tersebut disebut dengan situation definition.
Untuk mendapatkan interaksi yang diinginkan individu menggunakan bermacam-
macam mekanisme penyesuaian diri (coping), antara lain verbal, paraverbal, non verbal, ruang personal, dan perilaku teritori.
C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kesesakan
Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kesesakan yaitu: personal, sosial, dan fisik, yang akan dibahas satu persatu.
Faktor Personal. Faktor personal terdiri dari kontrol pribadi dan locus of control; budaya, pengalaman, dan proses adaptasi; serta jenis kelamin dan usia.
a). Kontrol pribadi dan locus of control
Seligman dan kawan-kawan (dalam Worchel dan Cooper, 1983) mengatakan bahwa kepadatan tinggi baru akan menghasilkan kesesakan apabila individu sudah tidak mempunyai control terhadap lingkungan di sekitarnya, sehingga kesesakan dapat dikurangi pengaruhnya bila individu tersebut memainkan peran kontrol pribadi di dalamnya. Penelitian yang dilakukan di asrama mahasiswa mendapatkan kesimpulan bahwa hilangnya pengaturan kontrol pada tempat tinggal yang padat ditandai dengan adanya rasa sesak. Kelompok mahasiswa penghuni asrama yang lebih sempit mulai merasakan tempat tinggal mereka lebih sesak setelah kehilangan kontrol atas pengalaman-pengalaman sosial yang terjadi disbanding kelompok mahasiswa penghuni asrama yang lebih luas (Baum, Aiello dan Calesnick, 1978). Individu yang mempunyai locus of control internal, yaitu kecenderungan individu untuk mempercayai (atau tidak mempercayai) bahwa keadaan yang ada di dalam dirinyalah yang berpengaruh terhadap kehidupannya, diharapkan dapat mengendalikan kesesakan yang lebih
baik daripada individu yang mempunyai locus of control eksternal (Gifford, 1987)
b). Budaya, pengalaman, dan proses adaptasi
Suatu penelitian yang dilakukan oleh Nasar dan Min (dalam Gifford, 1987), yang mencoba membandingkan kesesakan yang dialami oleh orang Asia dan orang Mediterania yang tinggal di asrama yang sama di Amerika Utara, menemukan adanya perbedaan persepsi terhadap kesesakan pada individu dengan latar belakang budaya yang berbeda, dimana orang Mediterania merasa lebih sesak daripada orang Asia.
Sundstrom (dalam Gifford, 1987) mengatakan bahwa pengalaman pribadi dalamkondisi padat dimana kesesakan terjadi dapat mempengaruhi dapat mempengaruhi tingkat toleransi individu terhadap stres akibat kesesakan yang dialami. Tingkat toleransi akibat adaptasi ini berguna bila individu dihadapkan pada situasi yang baru. Bell dan kawan-kawan (1978) mengatakan bahwa semakin sering atau konstan suatu stimulus muncul, maka akan timbul proses pembiasaan yang bersifat psikologis (adaptasi) dan fisik (habituasi) dalam bentuk respon yang menyebabkan kekuatan stimulus tadi melemah. Karena proses pembiasaan ini berhubungan dengan waktu, maka dalam kaitannya
dengan kesesakan di kawasan tempat tinggal, lamanya individu tinggal di kawasan tersebut akan mempengaruhi perasaan sesaknya.
Menurut Yusuf (1991) keadaan-keadaan kepadatan yang tinggi yang menyebabkan kesesakan justru akan menumbuhkan kreativitas-kreativitas manusia untuk melakukan intervensi sebagai upaya untuk menekan perasaan sesak tersebut. Pada masyarakat Jepang, upaya untuk menekan situasi kesesakan adalah dengan membangun rumah yang ilustratif! yang dindingnya dapat dipisah-pisahkan sesuai dengan kebutuhan sesaat, serta untuk mensejajarkan keadaannya dengan ruang dan wilayah yang tersedia. Pola ini memiliki beberapa kegunaan sesuai dengan kebutuhan sosial penghuninya, seperti untuk makan, tidur, dan rekreasi. Volume dan konfigurasi tata ruang adalah fleksibel, sehingga dapat diubah-ubah sesuai kebutuhan dalam upayanya untuk menekan perasaan sesak.
Bentuk kreativitas bangsa Jepang lain yang merupakan upaya untuk menekan kesesakan dapat dilihat dari kemampuannya untuk menciptakan sesuatu yang sifatnya miniatur.
Peficiptaan bonsai dan suiseki merupakan manifestasi keinginan orang Jepang untuk mengintervensi keadaan yang sesak.
Studi lain dilakukan oleh Anderson (dalam Yusuf, 1991) pada keluarga-keluarga Cina yang tinggal secarakomunal di Malaysia. Keluarga-keluarga ini mempertahankan pemisahan ruang yang bisa dikunjungi dan ruang yang tidak bisa dilihat atau ditempati. Mereka juga memelihara pemisahan keluarga tersebut dengan keluarga lain dalam pengertian terdapat beberapa praktek budaya, termasuk di antaranya larangan (bahkan tabu) untuk memasuki dan
melihat ruang tidur orang lain dan mereka membagikan beberapa papan sebagai dinding untuk memisahkan dapur-dapur yang terdapat dalam dapur komunal tersebut.
c). Jenis Kelamin dan usia
Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pada pria pengalaman akan kesesakan ini lebih terlihat dibanding wanita karena lebih menunjukkan sikap-sikap reaktif terhadap kondisi tersebut. Sikap reaktif itu tercemin dalam sikap yang lebih agresif, kompetitif dan negatif dalam berinteraksi dengan orang lain (Altman, 1975; Freedman, 1975; Holahan,1982). Sementara itu Dabbs (1977) mengatakan bahwa perbedaan jenis kelamin tidaklah berpengaruh terhadap kesesakan, melainkan lebih dipengaruhi oleh jenis kelamin mitra yang dihadapi.
Menurut Loo (dalam Gove dan Hughes, 1983) dan Holahan (1982) gejala reaktif
terhadap kesesakan juga lebih terlihat pada individu yang usianya lebih muda dibanding yang lebih tua.
Faktor Sosial. Menurut Gifford (1987) secara personal individu dapat mengalami lebih banyak atau lebih sedikit mengalami kesesakan cenderung dipengaruhi oleh karakteristik yang sudah dimiliki, tetapi di lain pihak pengaruh orang lain dalam lingkungan dapat juga memperburuk keadaan akibat kesesakan. Faktor-faktor sosial yang berpengaruh tersebut
adalah :
a). Kehadiran dan perilaku orang lain
Kehadiran orang lain akan menimbulkan perasaan sesak bila individu merasa terganggu dengan kehadiran orang lain. Schiffenbauer (dalam Gifford, 1987) melaporkan bahwa penghuni asrama akan merasa lebih sesak bila terlalu banyak menerima kunjungan orang lain. Penghuni yang menerima kunjungan lebih banyak juga merasa lebih tidak puas dengan ruangan, teman sekamar, dan proses belajar mereka.
b). Formasi koalisi
Keadaan ini didasari pada pendapat yang mengatakan bahwa meningkatnya kepadatan social akan dapat meningkatkan kesesakan. Karenanya banyak penelitian yang menemukan akibat penambahan teman sekamar (dari satu menjadi dua orang teman) dalam asrama sebagai suatu keadaan yang negatif. Keadaan negatif yang muncul berupa stres, perasaan tidak enak, dan kehilangan kontrol, yang disebabkan karena terbentuknya koalisi di satu pihak dan satu orang yang terisolasi di lain pihak (Gifford, 1987).
c). Kualitas hubungan
Kesesakan menurut penelitian yang dilakukan oleh Schaffer dan Patterson (dalam Gifford, 1987) sangat dipengaruhi oleh seberapa baik seorang individu dapat bergaul dengan orang lain. Individu yang percaya bahwa orang lain mempunyai pandangan yang sama dengan dirinya merasa kurang mengalami kesesakan bila berhubungan dengan orang-orang tersebut.
d). Informasi yang tersedia
Kesesakan juga dipengaruhi oleh jumlah dan bentuk informasi yang muncul sebeium dan selama mengalami keadaan yang padat. Individu yang tidak mempunyai informasi tentang kepadatan merasa lebih sesak daripada individu yang sebelumnya sudah mempunyai informasi tentang kepadatan (Fisher dan Baum dalam Gifford, 1987).
Kepadatan dan Kesesakan
2 Ciri dari Kepadatan dan Kesesakan :
- Kesesakan adalah persepsi terhadap kepadatan dalam arti jumlah manusia, jadi tidak termasuk yang non-manusia.
o Contoh : Orang yang berada di hutan yang penuh pohon-pohon tidak merasa kesesakan, tetapi orang yang berada dalam kamar mandi/toilet umum yang padat pengunjungnya akan merasakan kesesakan.
- Karena kesesakan adalah persepsi maka sifatnya subyektif.
o Orang yang biasa naik bis yang padat penumpangnya, sudah tidak merasa sesak lagi (density tinggi – crowding rendah).
o Orang yang bisa mengendarai kendaraan pribadi, merasa sesak dalam bis yang setengah kosong ( density rendah – crowding tinggi).
Perbedaan kepadatan dan kesesakan :
a. Kepadatan (density) : kendala kekurangan (bersifat obyektif).
b. Kesesakan (crowding) : respon subyektif terhadap ruang yang sesak.
Kepadatan memang merupakan syarat yang diperlukan untuk timbulnya persepsi kesesakan, tetapi bukanlah syarat yang mutlak.
Manusia membedakan kepadatan di dalam rumahnya (Inside density) dan di luar rumahnya (Outside density).
Dari kombinasi 2 jenis kepadatan tersebut diperoleh 4 jenis kepadatan :
1. Kepadatan pedesaan
Kepadatan dalam rumah tinggi, tetapi kepadatan di luar rendah.
2. Kepadatan pinggiran kota (sub urban)
Kepadatan di dalam dan di luar rendah.
3. Kepadatan pemukiman kumuh di kota
Kepadatan di dalam dan di luar tinggi.
4. Kepadatan pemukiman mewah di kota besar
Kepadatan di dalam rumah rendah tetapi di luar tinggi.
Dampak kepadatan dan kesesakan pada manusia
Patologi Sosial
Meningkatnya,
- Kejahatan
- Bunuh diri
- Penyakit jiwa
- Kenakalan remaja
Tingkah laku sosial
- Agresi
- Menarik diri dari lingkungan sosial
- Berkurangnya tingkah laku menolong
- Kecenderungan menjelekkan orang lain
Kinerja
- Hasil dan prestasi kerja menurun
- Suasana hati (mood) cenderung lebih murung
sumber : Dharma, Agus.Teori Arsitektur 3.Jakarta:Gunadarma,1998.
Akibat Kepadatan Tinggi
Menurut Heimstra dan Mc Farling (1978) kepadatan memberikan akibat bagi manusia baik secara fisik,
sosial maupun psikis. Akibat secara fisik yaitu reaksi fisik yang dirasakan individu seperti peningkatan detak jantung, tekanan darah, dan penyakit fisik lain (Heimstra dan McFarling, 1978).
Akibat secara sosial antara lain adanya masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat seperti meningkatnya kriminalitas dan kenakalan remaja (Heimstra dan McFarling, 1978; Gifford, 1987).
Akibat secara psikis antara lain: stres, menarik diri, perilaku menolong (perilaku prososial), kemampuan mengerjakan tugas, perilaku agresi.
sumber : altman
sosial maupun psikis. Akibat secara fisik yaitu reaksi fisik yang dirasakan individu seperti peningkatan detak jantung, tekanan darah, dan penyakit fisik lain (Heimstra dan McFarling, 1978).
Akibat secara sosial antara lain adanya masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat seperti meningkatnya kriminalitas dan kenakalan remaja (Heimstra dan McFarling, 1978; Gifford, 1987).
Akibat secara psikis antara lain: stres, menarik diri, perilaku menolong (perilaku prososial), kemampuan mengerjakan tugas, perilaku agresi.
sumber : altman
kategori kepadatan
Kepadatan dapat dibedakan ke dalam beberapa kategori. Holahan (1982) menggolongkan kepadatan ke dalam dua kategori, yaitu :
- kepadatan spasial (spatial density), terjadi bila besar atau luas ruangan diubah menjadi lebih kecil atau sempit sedangkan jumlah individu tetap
- kepadatan sosial (social density), terjadi bila jumlah individu ditambah tanpa diiringi dengan penambahan besar atau luas ruangan sehingga didapatkan kepadatan meningkat sejalan dengan bertambahnya individu.
Altman (1975) membagi kepadatan menjadi :
- kepadatan dalam (inside density), yaitu sejumlah individu yang berada dalam suatu ruang atau tempat tinggal seperti kepadatan di dalam rumah, kamar;
- kepadatan luar (outside density), yaitu sejumlah individu yang berada pada suatu wilayah tertentu, seperti jumlah penduduk yang bermukim di suatu wilayah pemukiman.
Zlutnick dan Altman (dalam Altman, 1975: Holahan, 1982) menggambarkan sebuah model dua dimensi untuk menunjukkan beberapa macam tipe lingkungan pemukiman, yaitu:
(1) Lingkungan pinggiran kota, yang ditandai dengan tingkat kepadatan luar dan kepadatan dalam yang rendah;
(2) Wilayah desa miskin di mana kepadatan dalam tinggi sedangkan kepadatan luar rendah; dan
(3) Lingkungan Mewah Perkotaan, di mana kepadatan dalam rendah sedangkan kepadatan luar tinggi;
(4) Perkampungan Kota yang ditandai dengan tingkat kepadatan luar dan kepadatan dalam yang tinggi.
sumber : Altman
- kepadatan spasial (spatial density), terjadi bila besar atau luas ruangan diubah menjadi lebih kecil atau sempit sedangkan jumlah individu tetap
- kepadatan sosial (social density), terjadi bila jumlah individu ditambah tanpa diiringi dengan penambahan besar atau luas ruangan sehingga didapatkan kepadatan meningkat sejalan dengan bertambahnya individu.
Altman (1975) membagi kepadatan menjadi :
- kepadatan dalam (inside density), yaitu sejumlah individu yang berada dalam suatu ruang atau tempat tinggal seperti kepadatan di dalam rumah, kamar;
- kepadatan luar (outside density), yaitu sejumlah individu yang berada pada suatu wilayah tertentu, seperti jumlah penduduk yang bermukim di suatu wilayah pemukiman.
Zlutnick dan Altman (dalam Altman, 1975: Holahan, 1982) menggambarkan sebuah model dua dimensi untuk menunjukkan beberapa macam tipe lingkungan pemukiman, yaitu:
(1) Lingkungan pinggiran kota, yang ditandai dengan tingkat kepadatan luar dan kepadatan dalam yang rendah;
(2) Wilayah desa miskin di mana kepadatan dalam tinggi sedangkan kepadatan luar rendah; dan
(3) Lingkungan Mewah Perkotaan, di mana kepadatan dalam rendah sedangkan kepadatan luar tinggi;
(4) Perkampungan Kota yang ditandai dengan tingkat kepadatan luar dan kepadatan dalam yang tinggi.
sumber : Altman
adanya Kategori Kepadatan
Menurut Altman (1975), variasi indikator kepadatan berhubungan dengan tingkah laku sosial. Variasi indikator kepadatan itu meliputi :
a. jumlah individu dalam sebuah kota
b. jumlah individu pada daerah sensus
c. jumlah individu pada unit tempat tinggal
d. jumlah ruangan pada unit tempat tinggal
e. jumlah bangunan pada lingkungan sekitar dan lain – lain.
- Jain (1987) berpendapat bahwa tingkat kepadatan penduduk akan dipengaruhi oleh unsur – unsur, yaitu :
a. jumlah individu pada setiap ruang
b. jumlah ruang pada setiap unit rumah tinggal
c. jumlah unit rumah tinggal pada setiap struktur hunian
d. jumlah struktur hunian pada setiap wilayah pemukiman.
sumber: Altman (1975)
a. jumlah individu dalam sebuah kota
b. jumlah individu pada daerah sensus
c. jumlah individu pada unit tempat tinggal
d. jumlah ruangan pada unit tempat tinggal
e. jumlah bangunan pada lingkungan sekitar dan lain – lain.
- Jain (1987) berpendapat bahwa tingkat kepadatan penduduk akan dipengaruhi oleh unsur – unsur, yaitu :
a. jumlah individu pada setiap ruang
b. jumlah ruang pada setiap unit rumah tinggal
c. jumlah unit rumah tinggal pada setiap struktur hunian
d. jumlah struktur hunian pada setiap wilayah pemukiman.
sumber: Altman (1975)
pengertian kepadatan
definisi kepadatan beberapa ahli :
- Kepadatan menurut Sundstrom (dalam Wrightsman & Deaux, 1981), yaitu sejumlah manusia dalam setiap unit ruangan.
- Sejumlah individu yang berada di suatu ruang atau wilayah tertentu dan lebih bersifat fisik (Holahan, 1982; Heimstra dan McFaring, 1978; Stokols dalam Schmidt dan Keating, 1978).
- Suatu keadaan akan dikatakan semakin padat bila jumlah manusia pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak dibandingkan dengan luas ruangannya (Sarwono, 1992).
Penelitian tentang kepadatan manusia berawal dari penelitian terhadap hewan yang dilakukan oleh John Calhoun. Penelitian Calhoun (dalam Worche dan Cooper, 1983) bertujuan untuk mengetahui dampak negatif kepadatan dengan menggunakan hewan percobaan tikus. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perilaku kanibal pada hewan tikus seiring dengan bertambahnya jumlah tikus. Pertumbuhan populasi yang tak terkendali, memberikan dampak negatif terhadap tikus – tikus tersebut. Terjadi penurunan fisik pada ginjal, otak, hati, dan jaringan kelenjar, serta penyimpangan perilaku seperti hiperaktif, homoseksual, dan kanibal. Akibat keseluruhan dampak negatif tersebut menyebabkan penurunan kesehatan dan fertilitas, sakit, mati, dan penurunan populasi.
Penelitian terhadap manusia pernah dilakukan oleh Bell (dalam Setiadi, 1991) mencoba memerinci: bagaimana manusia merasakan dan bereaksi terhadap kepadatan yang terjadi; bagaimana dampaknya terhadap tingkah laku sosial; dan bagaimana dampaknya terhadap task performance (kinerja tugas)? Hasilnya memperlihatkan ternyata banyak hal-hal yang negatif akibat dari kepadatan, diantaranya :
1. ketidaknyamanan dan kecemasan, peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, hingga terjadi penurunan kesehatan atau peningkatan pada kelompok manusia tertentu.
2.peningkatan agresivitas pada anak – anak dan orang dewasa (mengikuti kurva linear) atau menjadi sangat menurun (berdiam diri/murung) bila kepadatan tinggi sekali (high spatial density). Juga kehilangan minat berkomunikasi, kerjasama, dan tolong-menolong sesama anggota kelompok.
3. terjadi penurunan ketekunan dalam pemecahan persoalan atau pekerjaan. Juga penurunan hasil kerja terutama pada pekerjaan yang menuntut hasil kerja yang kompleks.
Dalam penelitian tersebut diketahui pula bahwa dampak negatif kepadatan lebih berpengaruh terhadap pria atau dapat dikatakan bahwa pria lebih memiliki perasaan negatif pada kepadatan tinggi bila dibandingkan wanita. Pria juga bereaksi lebih negatif terhadap anggota kelompok, baik pada kepadatan tinggi ataupun rendah dan wanita justru lebih menyukai anggota kelompoknya pada kepadatan tinggi.
Pembicaraan tentang kepadatan tidak terlepas dari masalah kesesakan. Kesesakan atau crowding merupakan persepsi individu terhadap keterbatasan ruang, sehingga lebih bersifat psikis (Gifford, 1978; Schmidt dan Keating, 1979; Stokois dalam Holahan, 1982). Kesesakan terjadi bila mekanisme privasi individu gagal berfungsi dengan baik karena individu atau kelompok terlalu banyak berinteraksi dengan yang lain tanpa diinginkan individu tersebut (Altman, 1975).
Baum dan Paulus (1987) menerangkan bahwa proses kepadatan dapat dirasakan sebagai kesesakan atau tidak dapat ditentukan oleh penilaian individu berdasarkan empat faktor, yaitu:
a. seting fisik.
b. seting sosial.
c. personal.
d. Kemampuan beradaptasi.
sumber: Altman (1975)
- Kepadatan menurut Sundstrom (dalam Wrightsman & Deaux, 1981), yaitu sejumlah manusia dalam setiap unit ruangan.
- Sejumlah individu yang berada di suatu ruang atau wilayah tertentu dan lebih bersifat fisik (Holahan, 1982; Heimstra dan McFaring, 1978; Stokols dalam Schmidt dan Keating, 1978).
- Suatu keadaan akan dikatakan semakin padat bila jumlah manusia pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak dibandingkan dengan luas ruangannya (Sarwono, 1992).
Penelitian tentang kepadatan manusia berawal dari penelitian terhadap hewan yang dilakukan oleh John Calhoun. Penelitian Calhoun (dalam Worche dan Cooper, 1983) bertujuan untuk mengetahui dampak negatif kepadatan dengan menggunakan hewan percobaan tikus. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perilaku kanibal pada hewan tikus seiring dengan bertambahnya jumlah tikus. Pertumbuhan populasi yang tak terkendali, memberikan dampak negatif terhadap tikus – tikus tersebut. Terjadi penurunan fisik pada ginjal, otak, hati, dan jaringan kelenjar, serta penyimpangan perilaku seperti hiperaktif, homoseksual, dan kanibal. Akibat keseluruhan dampak negatif tersebut menyebabkan penurunan kesehatan dan fertilitas, sakit, mati, dan penurunan populasi.
Penelitian terhadap manusia pernah dilakukan oleh Bell (dalam Setiadi, 1991) mencoba memerinci: bagaimana manusia merasakan dan bereaksi terhadap kepadatan yang terjadi; bagaimana dampaknya terhadap tingkah laku sosial; dan bagaimana dampaknya terhadap task performance (kinerja tugas)? Hasilnya memperlihatkan ternyata banyak hal-hal yang negatif akibat dari kepadatan, diantaranya :
1. ketidaknyamanan dan kecemasan, peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, hingga terjadi penurunan kesehatan atau peningkatan pada kelompok manusia tertentu.
2.peningkatan agresivitas pada anak – anak dan orang dewasa (mengikuti kurva linear) atau menjadi sangat menurun (berdiam diri/murung) bila kepadatan tinggi sekali (high spatial density). Juga kehilangan minat berkomunikasi, kerjasama, dan tolong-menolong sesama anggota kelompok.
3. terjadi penurunan ketekunan dalam pemecahan persoalan atau pekerjaan. Juga penurunan hasil kerja terutama pada pekerjaan yang menuntut hasil kerja yang kompleks.
Dalam penelitian tersebut diketahui pula bahwa dampak negatif kepadatan lebih berpengaruh terhadap pria atau dapat dikatakan bahwa pria lebih memiliki perasaan negatif pada kepadatan tinggi bila dibandingkan wanita. Pria juga bereaksi lebih negatif terhadap anggota kelompok, baik pada kepadatan tinggi ataupun rendah dan wanita justru lebih menyukai anggota kelompoknya pada kepadatan tinggi.
Pembicaraan tentang kepadatan tidak terlepas dari masalah kesesakan. Kesesakan atau crowding merupakan persepsi individu terhadap keterbatasan ruang, sehingga lebih bersifat psikis (Gifford, 1978; Schmidt dan Keating, 1979; Stokois dalam Holahan, 1982). Kesesakan terjadi bila mekanisme privasi individu gagal berfungsi dengan baik karena individu atau kelompok terlalu banyak berinteraksi dengan yang lain tanpa diinginkan individu tersebut (Altman, 1975).
Baum dan Paulus (1987) menerangkan bahwa proses kepadatan dapat dirasakan sebagai kesesakan atau tidak dapat ditentukan oleh penilaian individu berdasarkan empat faktor, yaitu:
a. seting fisik.
b. seting sosial.
c. personal.
d. Kemampuan beradaptasi.
sumber: Altman (1975)
TEORI PSIKOLOGI LINGKUNGAN
a. Arousal Theory (Teori Arousal)
Arousal memiliki arti harfiah yang berarti pembangkit. Pembangkit disini maknanya adalah gairah atau emosi individu untuk mengerjakan sesuatu. Misalnya saja saat kita kuliah pada mata pelajaran yang tidak menyenangkan, atau materi yang tidak kita suka. Maka secara otomatis kita akan mengantuk atau merasa lelah lebih cepat. Hal itu dapat diartikan bahwa kita tidak memiliki arousal untuk mata kuliah tersebut. Sedangkan kaitannya dengan Psikologi Lingkungan adalah, saat arousal seseorang itu rendah maka kinerja dari orang tersebut menurun, dan sebaliknya saat makin tinggi tingkat arousal seseorang maka semakin tinggi pula konerja nya.
b. Teori Beban Lingkungan
Asumsi dari teori ini adalah, bahwa manusia memiliki pemrosesan informasi yang terbatas. Menurut Cohen (Fisher, 1985; dalam Veitch & Arkkelin, 1995), asumsi tersebut adlaah:
1. Bahwa manusia memiliki kapasitas pemrosesan informasi yang terbatas.
2. Jumlah Atensi yang diberikan orang tidak konstan, namun lebih kepada kesesuaian dengan kebutuhan.
3. Ketika informasi yang masuk berlebih, maka perhatian tidak akan bekerja secara maksimal.
4. Stimulus yang masuk akan dipantau, jika stimulus tersebut memiliki makna dan diperhatikan maka aka nada pemrosesan lebih jauh, namun jika tidak akan langsung dibuang atau tidak ada pemrosesan lebih lanjut.
Lalu jika informasi yang masuk lebih besar dari kapasitas maka akan terjadi yang dinamakan dengan pemusatan perhatian, contohnya saja saat kita sedang menjalani ujian tengah semester, kita akan lebih focus mengerjakan soal ujian dan lebih cenderung mengabaikan keadaan sekitar sampai soal yang kita kerjakan selesai.
Namun jika sebaliknya, saat stimulus yang datang lebih kecil dari kapasitas dapat terjadi kebosanan pada diri individu. Karena kurangnya stimulus dalam lingkungan juga dapat dikaitkan dengan kemonoton-an informasi yang dating ke diri individu.
c. Teori Hambatan Perilaku
Asumsi dari teori ini adalah stimulasi yang berlebihan menyebabkan terjadinya penghambatan dalam memproses informasi. Sehingga berakibat hilangnya control dari individu terhadap situasi.
Menurut Brehm dan Brehm (dalam Veitch & Arkkelin, 1995), awal saat kita merasakan hilang kendali atau control terhadap lingkungan, maka mula-mula kita akan merasa tak nyaman dan berusaha untuk menekankan kembali fungsi kendali kita. Hal ini disebut dengan fenomena psychological reactance.
d. Teori Tingkat Adaptasi
Teori ini memiliki kemiripan dengan teori beban lingkungan, yang dimana stimulus yang tinggi maupun rendah memiliki dampak negative bagi perilaku individu. Namun nilai lain dari teori ini adalah pengenalan tingkat adaptasi pada individu, misalnya tingkat arousal atau adaptasi individu terbiasa dengan keadaan lingkungan atau tingkat pengharapan suatu lingkungan tertentu.
Menurut Wohwill (dalam Fisher, 1984) membagi 3 dimensi hubungan perilaku lingkungan:
-Intensitas, yang berhubungan dengan kesesakan atau justru kelenggangan yang dapat mempengaruhi psikologis individu.
-Keanekaragaman, berkaitan dengan banyaknya informasi yang masuk atau justru sedkitnya informasi yang masuk dan tak sebanding dengan kapasitas pemrosesan informasi. Jika berlebih maka dapat terjadi yang dinamakan overload dan jika terlalu sedikit maka dapat terjadi kemonotonan.
-Keterpolaan, berkaitan dengan keteraturan suatu pola sehingga dapat atau tidak dapatnya diprediksi oleh individu. Semakin teratur suatu pola semakin mudah dikenali oleh individu, dan begitupun sebaliknya.
sumber : http://avin.staff.ugm.ac.id/data/jurnal/psikologilingkungan_avin.pdf
Arousal memiliki arti harfiah yang berarti pembangkit. Pembangkit disini maknanya adalah gairah atau emosi individu untuk mengerjakan sesuatu. Misalnya saja saat kita kuliah pada mata pelajaran yang tidak menyenangkan, atau materi yang tidak kita suka. Maka secara otomatis kita akan mengantuk atau merasa lelah lebih cepat. Hal itu dapat diartikan bahwa kita tidak memiliki arousal untuk mata kuliah tersebut. Sedangkan kaitannya dengan Psikologi Lingkungan adalah, saat arousal seseorang itu rendah maka kinerja dari orang tersebut menurun, dan sebaliknya saat makin tinggi tingkat arousal seseorang maka semakin tinggi pula konerja nya.
b. Teori Beban Lingkungan
Asumsi dari teori ini adalah, bahwa manusia memiliki pemrosesan informasi yang terbatas. Menurut Cohen (Fisher, 1985; dalam Veitch & Arkkelin, 1995), asumsi tersebut adlaah:
1. Bahwa manusia memiliki kapasitas pemrosesan informasi yang terbatas.
2. Jumlah Atensi yang diberikan orang tidak konstan, namun lebih kepada kesesuaian dengan kebutuhan.
3. Ketika informasi yang masuk berlebih, maka perhatian tidak akan bekerja secara maksimal.
4. Stimulus yang masuk akan dipantau, jika stimulus tersebut memiliki makna dan diperhatikan maka aka nada pemrosesan lebih jauh, namun jika tidak akan langsung dibuang atau tidak ada pemrosesan lebih lanjut.
Lalu jika informasi yang masuk lebih besar dari kapasitas maka akan terjadi yang dinamakan dengan pemusatan perhatian, contohnya saja saat kita sedang menjalani ujian tengah semester, kita akan lebih focus mengerjakan soal ujian dan lebih cenderung mengabaikan keadaan sekitar sampai soal yang kita kerjakan selesai.
Namun jika sebaliknya, saat stimulus yang datang lebih kecil dari kapasitas dapat terjadi kebosanan pada diri individu. Karena kurangnya stimulus dalam lingkungan juga dapat dikaitkan dengan kemonoton-an informasi yang dating ke diri individu.
c. Teori Hambatan Perilaku
Asumsi dari teori ini adalah stimulasi yang berlebihan menyebabkan terjadinya penghambatan dalam memproses informasi. Sehingga berakibat hilangnya control dari individu terhadap situasi.
Menurut Brehm dan Brehm (dalam Veitch & Arkkelin, 1995), awal saat kita merasakan hilang kendali atau control terhadap lingkungan, maka mula-mula kita akan merasa tak nyaman dan berusaha untuk menekankan kembali fungsi kendali kita. Hal ini disebut dengan fenomena psychological reactance.
d. Teori Tingkat Adaptasi
Teori ini memiliki kemiripan dengan teori beban lingkungan, yang dimana stimulus yang tinggi maupun rendah memiliki dampak negative bagi perilaku individu. Namun nilai lain dari teori ini adalah pengenalan tingkat adaptasi pada individu, misalnya tingkat arousal atau adaptasi individu terbiasa dengan keadaan lingkungan atau tingkat pengharapan suatu lingkungan tertentu.
Menurut Wohwill (dalam Fisher, 1984) membagi 3 dimensi hubungan perilaku lingkungan:
-Intensitas, yang berhubungan dengan kesesakan atau justru kelenggangan yang dapat mempengaruhi psikologis individu.
-Keanekaragaman, berkaitan dengan banyaknya informasi yang masuk atau justru sedkitnya informasi yang masuk dan tak sebanding dengan kapasitas pemrosesan informasi. Jika berlebih maka dapat terjadi yang dinamakan overload dan jika terlalu sedikit maka dapat terjadi kemonotonan.
-Keterpolaan, berkaitan dengan keteraturan suatu pola sehingga dapat atau tidak dapatnya diprediksi oleh individu. Semakin teratur suatu pola semakin mudah dikenali oleh individu, dan begitupun sebaliknya.
sumber : http://avin.staff.ugm.ac.id/data/jurnal/psikologilingkungan_avin.pdf
METODE PENELITIAN PSIKOLOGI LINGKUNGA
a. Studi Korelasi
Seorang peneliti dapat menggunakan variasi dari metode korelasi, jika seorang peneliti berminat untuk memastikan tingkat validitas eksternal yang tinggi (Veitch & Arkkelin, 1995). Studi ini menyediakan informasi tentang hubungan-hubungan atau peristiwa yang terjadi di alam nyata tanpa dipengaruhi oleh pengumpulan data.
Namun sesempurna apapun suatu studi juga memiliki kelemahan. Kelemahan dari studi kasus adalah lemahnya validitas internal, berkebalikan dengan studi laboratorium yang memiliki tingkat validitas internal yang lebih tinggi, namun memliki validitas eksternal yang lebih rendah jika dibandingkan dengan studi korelasi.
b. Eksperiment Laboratorium
Jika peneliti tertarik untuk memastikan tingkat validitas internal yang tinggi, maka studi inilah yang sangat tepat (Veitch & Arkkelin, 1995). Metode ini member kebebasan kepada peneliti untuk melakuakn manipulasi secara sistematik dengan tujuan mengurangi variable-variabel yang mengganggu. Metode ini mengambil subjeknya secara random, yang berarti semua subjek memiliki kesempatan yang sama dalam semua keadaan eksperimen. Namun kelemahan dari metode ini salah satunya adalah hasil yang diperoleh di laboratorium belum pasti dapat diterpkan di luar laboratorium.
c. Eksperimen Lapangan
Metode ini adalah metode penengah antara Korekasi dengan Eksperiment Laboratorium. Asumsinya adalah jika peneliti ingin menyeimbangkan validitas internal yang didapat dalam eksperiment laboratorium dengan validitas eksternal yang didapat dari studi korelasi. Dalam metode ini peneliti tetap melakukan manipulasi sitematis, hanya bedanya peneliti juga harus member perhatian pada variable eksternal dalam suatu seting tertentu
d. Teknik-Teknik Pengukuran
Beberapa disajikan beberapa contoh tekhnik pengukuran dengan keunggulannya masing-masing, antara lain mudah dalam scoring, administrasi maupun dalam proses pembuatannya. Antara lain:
A Self-report
B Kuisioner
C Wawancara atau Interview
D Skala Penilaian
sumber: http://pdfcast.org/pdf/beberapa-teori-psikologi-lingkungan
Seorang peneliti dapat menggunakan variasi dari metode korelasi, jika seorang peneliti berminat untuk memastikan tingkat validitas eksternal yang tinggi (Veitch & Arkkelin, 1995). Studi ini menyediakan informasi tentang hubungan-hubungan atau peristiwa yang terjadi di alam nyata tanpa dipengaruhi oleh pengumpulan data.
Namun sesempurna apapun suatu studi juga memiliki kelemahan. Kelemahan dari studi kasus adalah lemahnya validitas internal, berkebalikan dengan studi laboratorium yang memiliki tingkat validitas internal yang lebih tinggi, namun memliki validitas eksternal yang lebih rendah jika dibandingkan dengan studi korelasi.
b. Eksperiment Laboratorium
Jika peneliti tertarik untuk memastikan tingkat validitas internal yang tinggi, maka studi inilah yang sangat tepat (Veitch & Arkkelin, 1995). Metode ini member kebebasan kepada peneliti untuk melakuakn manipulasi secara sistematik dengan tujuan mengurangi variable-variabel yang mengganggu. Metode ini mengambil subjeknya secara random, yang berarti semua subjek memiliki kesempatan yang sama dalam semua keadaan eksperimen. Namun kelemahan dari metode ini salah satunya adalah hasil yang diperoleh di laboratorium belum pasti dapat diterpkan di luar laboratorium.
c. Eksperimen Lapangan
Metode ini adalah metode penengah antara Korekasi dengan Eksperiment Laboratorium. Asumsinya adalah jika peneliti ingin menyeimbangkan validitas internal yang didapat dalam eksperiment laboratorium dengan validitas eksternal yang didapat dari studi korelasi. Dalam metode ini peneliti tetap melakukan manipulasi sitematis, hanya bedanya peneliti juga harus member perhatian pada variable eksternal dalam suatu seting tertentu
d. Teknik-Teknik Pengukuran
Beberapa disajikan beberapa contoh tekhnik pengukuran dengan keunggulannya masing-masing, antara lain mudah dalam scoring, administrasi maupun dalam proses pembuatannya. Antara lain:
A Self-report
B Kuisioner
C Wawancara atau Interview
D Skala Penilaian
sumber: http://pdfcast.org/pdf/beberapa-teori-psikologi-lingkungan
pendekatan teori psikologi lingkungan
psikologi lingkungan, meskipun lapangan cepat berkembang, adalah salah satu yang paling sulit untuk masuk ke dalam batas-batas penyelidikan ilmiah. Mengukur data subyektif seperti reaksi terhadap warna,, cahaya panas, dan suara tampaknya menjadi tugas yang hampir mustahil, memang, sampai sekarang belum ada teori sekitar yang penelitian di bidang ini bisa diatur. Volume ini merupakan upaya awal untuk mengidentifikasi variabel yang relevan yang terlibat dan cocok mereka ke dalam kerangka sistematis. Selain itu, menyajikan set luas langkah-langkah untuk menyelidiki teori tersebut dan menerapkannya dalam berbagai lingkungan sehari-hari.
Pada dasarnya, kerangka kerja diuraikan di sini mengusulkan bahwa rangsangan lingkungan terkait dengan respon perilaku oleh respon emosional utama gairah, kesenangan, dan dominasi. Dengan mempertimbangkan dampak lingkungan tanggapan tersebut emosi dasar, efek dari komponen stimulus beragam di dalam atau di seluruh modalitas arti dapat langsung dibandingkan. Konsep tambahan, tingkat informasi, digunakan untuk membandingkan efek dari lingkungan yang berbeda, masing-masing dengan stimulasi di modalitas banyak arti. Dalam bab-bab akhir penulis menyajikan serangkaian hipotesis yang berhubungan variabel respon emosi terhadap keragaman perilaku seperti pendekatan fisik, kinerja, afiliasi, dan atau nonverbal mengungkapkan preferensi lisan.
sumber : http://mitpress.mit.edu/9780262630719
Pada dasarnya, kerangka kerja diuraikan di sini mengusulkan bahwa rangsangan lingkungan terkait dengan respon perilaku oleh respon emosional utama gairah, kesenangan, dan dominasi. Dengan mempertimbangkan dampak lingkungan tanggapan tersebut emosi dasar, efek dari komponen stimulus beragam di dalam atau di seluruh modalitas arti dapat langsung dibandingkan. Konsep tambahan, tingkat informasi, digunakan untuk membandingkan efek dari lingkungan yang berbeda, masing-masing dengan stimulasi di modalitas banyak arti. Dalam bab-bab akhir penulis menyajikan serangkaian hipotesis yang berhubungan variabel respon emosi terhadap keragaman perilaku seperti pendekatan fisik, kinerja, afiliasi, dan atau nonverbal mengungkapkan preferensi lisan.
sumber : http://mitpress.mit.edu/9780262630719
Ambient Condition & Architectural Features
Ambient Condition & Architectural Features
AMBIENT CONDITION ialah Kualitas fisik dari keadaan yang mengelilingi individu.. Menurut Rahardjani (1987) dan Ancok (1988) beberapa kualitas fisik yang mempengaruhi perilaku, seperti : kebisingan, temperature, kualitas udara, pencahayaan dan warna.
Ancok (1989), keadaan bising dan temperature yang tinggi akan mempengaruhi emosi para penghuni. Emosi yang semakin kurang dapat di control akan mempengaruhi hubungan sosial di dalam dan di luar rumah. Menurut Rahardjani (1987) kebisingan juga mengakibatkan menurunya kemampuan untuk mendengar dan turunya konsentrasi belajar anak. Holahan (1982) tingginya suhu dan polusi udara paling tidak menimbulkan dua efek, yaitu efek kesehatan dan efek perilaku.
ARCHITECTURAL FEATURES yang tercakup di dalamnya adalah setting yang bersifat permanent. Misalnya di dalam suatu ruangan, yang termasuk di dalamnya antara lain konfigurasi dinding, lantai, atap, serta pengaturan perabot dan dekorasi. Di dalam architectural features meliputi lay out tiap lantai, desain dan perlakuan ruang dalam dan sebagainnya..
sumber: http://www.anneahira.com/psikologi-lingkungan.htm
AMBIENT CONDITION ialah Kualitas fisik dari keadaan yang mengelilingi individu.. Menurut Rahardjani (1987) dan Ancok (1988) beberapa kualitas fisik yang mempengaruhi perilaku, seperti : kebisingan, temperature, kualitas udara, pencahayaan dan warna.
Ancok (1989), keadaan bising dan temperature yang tinggi akan mempengaruhi emosi para penghuni. Emosi yang semakin kurang dapat di control akan mempengaruhi hubungan sosial di dalam dan di luar rumah. Menurut Rahardjani (1987) kebisingan juga mengakibatkan menurunya kemampuan untuk mendengar dan turunya konsentrasi belajar anak. Holahan (1982) tingginya suhu dan polusi udara paling tidak menimbulkan dua efek, yaitu efek kesehatan dan efek perilaku.
ARCHITECTURAL FEATURES yang tercakup di dalamnya adalah setting yang bersifat permanent. Misalnya di dalam suatu ruangan, yang termasuk di dalamnya antara lain konfigurasi dinding, lantai, atap, serta pengaturan perabot dan dekorasi. Di dalam architectural features meliputi lay out tiap lantai, desain dan perlakuan ruang dalam dan sebagainnya..
sumber: http://www.anneahira.com/psikologi-lingkungan.htm
Senin, 14 Februari 2011
Sistem berorientasi
Pendekatan sistem yang berorientasi untuk bereksperimen diterapkan kepada individu atau orang yang merupakan bagian dari masyarakat, kelompok, dan organisasi. Pendekatan ini terutama membahas interaksi kelompok, dibandingkan dengan interaksi individu dan menekankan pada faktor-faktor integrasi sosial. Di laboratorium, percobaan dan efek fokus pada proses menyebabkan dalam alam manusia
Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Environmental_psychology
Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Environmental_psychology
ruang Pribadi dan wilayah
Memiliki luas wilayah pribadi dalam ruang publik, misalnya di kantor, adalah fitur kunci dari desain arsitektur banyak. Memiliki semacam 'ruang dipertahankan' dapat mengurangi efek negatif dari berkerumun di lingkungan perkotaan. Istilah, diciptakan oleh John B. Calhoun pada tahun 1947, adalah hasil dari beberapa lingkungan percobaan dilakukan pada tikus. Awalnya dimulai sebagai sebuah percobaan untuk mengukur berapa banyak tikus bisa diakomodasikan dalam ruang tertentu, itu berkembang menjadi menentukan bagaimana tikus, diberi makanan tempat tinggal, tepat dan selimut akan bersikap bawah lingkungan yang terbatas.
Dalam keadaan ini, laki-laki menjadi agresif, beberapa secara eksklusif homoseksual. Lainnya menjadi pansexual dan hiperseksual, mencari setiap kesempatan untuk me-mount setiap tikus yang mereka temui. Akibatnya, perilaku kawin yang marah dengan meningkatnya kematian bayi. Dengan orang tua gagal untuk menyediakan sarang yang tepat, sembrono membolos mereka muda dan bahkan menyerang mereka, kematian bayi naik setinggi 96% pada bagian tertentu. Calhoun menerbitkan hasil sebagai "Kepadatan Penduduk dan Patologi Sosial" dalam edisi 1962 dari Scientific American .
Membuat hambatan dan menyesuaikan ruang adalah cara untuk membuat ruang pribadi, misalnya foto dengan menggunakan keluarga seseorang dalam suasana kantor. Kontrol ini meningkat kognitif sebagai salah melihat diri sendiri sebagai memiliki kontrol atas pesaing ke ruang pribadi dan karena itu mampu mengontrol tingkat kepadatan dan berkerumun dalam ruang.
Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Environmental_psychology
Dalam keadaan ini, laki-laki menjadi agresif, beberapa secara eksklusif homoseksual. Lainnya menjadi pansexual dan hiperseksual, mencari setiap kesempatan untuk me-mount setiap tikus yang mereka temui. Akibatnya, perilaku kawin yang marah dengan meningkatnya kematian bayi. Dengan orang tua gagal untuk menyediakan sarang yang tepat, sembrono membolos mereka muda dan bahkan menyerang mereka, kematian bayi naik setinggi 96% pada bagian tertentu. Calhoun menerbitkan hasil sebagai "Kepadatan Penduduk dan Patologi Sosial" dalam edisi 1962 dari Scientific American .
Membuat hambatan dan menyesuaikan ruang adalah cara untuk membuat ruang pribadi, misalnya foto dengan menggunakan keluarga seseorang dalam suasana kantor. Kontrol ini meningkat kognitif sebagai salah melihat diri sendiri sebagai memiliki kontrol atas pesaing ke ruang pribadi dan karena itu mampu mengontrol tingkat kepadatan dan berkerumun dalam ruang.
Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Environmental_psychology
Interdisipliner berorientasi
psikologi Lingkungan mengandalkan interaksi dengan disiplin lain untuk pendekatan masalah dengan berbagai perspektif. Disiplin pertama adalah kategori ilmu-ilmu perilaku, yang meliputi: sosiologi, ilmu politik, antropologi, dan ekonomi. psikologi lingkungan juga berinteraksi dengan interspecializations dari bidang psikologi, yang meliputi: psikologi perkembangan, ilmu kognitif, teori organisasi, psychobiology, dan neuroscience sosial. Selain lebih ilmiah bidang studi, psikologi lingkungan juga bekerja sama dengan bidang desain yang meliputi: studi tentang arsitektur, interior, desain perkotaan, perencanaan objek desain industri, dan lansekap, arsitektur dan pelestarian.
Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Environmental_psychology
Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Environmental_psychology
Ruang over-waktu orientasi-
Ruang dari waktu ke waktu orientasi menyoroti pentingnya masa lalu. Meneliti masalah dengan masa lalu dalam pikiran menciptakan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana kekuatan-kekuatan masa lalu, seperti, politik, dan ekonomi kekuatan sosial, mungkin berkaitan dengan masalah ini dan masa depan. Waktu dan tempat juga penting untuk dipertimbangkan. Sangat penting untuk melihat waktu dalam waktu lama. Pengaturan Fisik berubah dari waktu ke waktu, mereka perubahan yang berkenaan dengan sifat fisik dan mereka berubah karena individu menggunakan ruang perubahan dari waktu ke waktu.mungkinan masalah di masa depan.
Ada berbagai tes yang dapat diberikan kepada anak-anak untuk menentukan temperamen mereka. Temperamen terbagi menjadi tiga jenis: "mudah", "sulit", dan "lambat-to-warm-up". Alexander Thomas, Stella Chess, Herbert G. Birch, Margaret Hertzig dan Sam Korn menciptakan tes temperamen bayi pada 1950-an dan diperingkat dengan menggunakan kriteria temperamen sembilan. Dengan mengetahui temperamen anak saat lahir, hal itu memungkinkan kita untuk mengetahui apa mengharapkan sebagai anak berlangsung sampai dewasa.
Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Environmental_psychology
Ada berbagai tes yang dapat diberikan kepada anak-anak untuk menentukan temperamen mereka. Temperamen terbagi menjadi tiga jenis: "mudah", "sulit", dan "lambat-to-warm-up". Alexander Thomas, Stella Chess, Herbert G. Birch, Margaret Hertzig dan Sam Korn menciptakan tes temperamen bayi pada 1950-an dan diperingkat dengan menggunakan kriteria temperamen sembilan. Dengan mengetahui temperamen anak saat lahir, hal itu memungkinkan kita untuk mengetahui apa mengharapkan sebagai anak berlangsung sampai dewasa.
Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Environmental_psychology
Orientasi
Masalah berorientasi
psikologi lingkungan adalah studi langsung dari hubungan antara lingkungan dan bagaimana lingkungan yang mempengaruhi penghuninya. aspek khusus dari pekerjaan lapangan dengan mengidentifikasi masalah dan melalui identifikasi kata masalah, menemukan solusi. Oleh karena itu diperlukan untuk psikologi lingkungan berorientasi untuk menjadi masalah. Masalah-masalah yang diidentifikasi oleh psikolog lingkungan mempengaruhi semua anggota masyarakat. Masalah ini bisa apa saja dari efek psikologis crowding perkotaan dengan desain arsitektur sekolah umum dan memperpanjang dari arena publik ke dalam rumah tangga secara individual.
Salah satu aspek penting dari sebuah lapangan yang berorientasi masalah adalah bahwa dengan mengidentifikasi masalah, solusi muncul dari penelitian yang diperoleh. Solusi-solusi yang dapat membantu dalam membuat fungsi masyarakat yang lebih baik secara keseluruhan dan menciptakan kekayaan pengetahuan tentang cara kerja dalam masyarakat. Lingkungan psikolog Harold Proshansky membahas bagaimana lapangan juga "nilai berorientasi" karena ladang komitmen untuk memperbaiki masyarakat melalui identifikasi masalah. Proshansky membahas pentingnya untuk tidak hanya memahami masalah, tetapi juga perlunya solusi. Proshansky juga menunjukkan beberapa masalah pendekatan masalah yang berorientasi untuk psikologi lingkungan. Pertama masalah yang diidentifikasi harus belajar di bawah spesifikasi tertentu: ia harus berjalan dan terjadi dalam kehidupan nyata, bukan di laboratorium. Kedua, gagasan tentang masalah harus berasal langsung dari sumbernya - yang berarti mereka harus datang langsung dari lingkungan spesifik di mana masalah itu terjadi. The solusi dan pemahaman masalah tidak dapat berasal dari lingkungan yang telah dibangun dan dimodelkan agar terlihat seperti kehidupan nyata. Lingkungan psikologi harus mencerminkan masyarakat sebenarnya tidak sebuah masyarakat yang dibangun dalam lingkungan laboratorium. Tugas sulit dari psikolog lingkungan adalah untuk mempelajari masalah seperti yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Sulit untuk menolak semua penelitian laboratorium karena percobaan laboratorium di mana teori dapat diuji tanpa merusak lingkungan yang sebenarnya atau dapat melayani sebagai model ketika pengujian solusi. Proshansky membuat titik ini juga, membahas kesulitan dalam pendekatan berorientasi masalah keseluruhan. Dia menyatakan bahwa adalah penting, namun untuk psikolog lingkungan untuk memanfaatkan semua aspek penelitian dan analisis temuan dan mempertimbangkan baik dan individual aspek umum dari masalah.
psikologi Lingkungan menangani masalah-masalah lingkungan seperti kepadatan dan berdesakan, polusi suara, sub-standar hidup, dan pembusukan perkotaan. Kebisingan meningkatkan tekanan lingkungan. Meskipun telah ditemukan bahwa kontrol dan prediktabilitas merupakan faktor terbesar dalam efek stres kebisingan; konteks, pitch, sumber dan pembiasaan juga variabel penting . Lingkungan psikolog telah berteori bahwa kepadatan dan berdesakan juga dapat memiliki efek buruk pada suasana hati dan dapat menyebabkan penyakit akibat stres. Untuk memahami dan memecahkan masalah lingkungan, psikolog lingkungan percaya konsep dan prinsip harus datang langsung dari pengaturan fisik dan masalah yang melihat. Sebagai contoh, faktor-faktor yang mengurangi perasaan berjejal dalam bangunan meliputi:
Windows - khususnya yang yang dapat dibuka dan orang-orang yang memberikan pandangan serta cahaya
Tinggi langit-langit
Pintu ke ruang membagi (Baum dan Davies) dan kontrol akses memberikan
Kamar bentuk - kamar persegi merasa kurang ramai daripada yang empat persegi panjang (Dresor)
Menggunakan partisi untuk membuat yang lebih kecil, ruang pribadi dalam sebuah kantor yang terbuka atau ruang kerja yang lebih besar.
Memberikan peningkatan kontrol kognitif atas aspek lingkungan internal, seperti ventilasi, privasi cahaya,, dll
Melakukan penilaian kognitif lingkungan dan perasaan berkerumun di setting yang berbeda. Misalnya, satu mungkin nyaman dengan berjejal di konser tapi tidak di koridor sekolah.
Membuat ruang dipertahankan (Calhoun)
sumber : wikipedia.com
Masalah berorientasi
psikologi lingkungan adalah studi langsung dari hubungan antara lingkungan dan bagaimana lingkungan yang mempengaruhi penghuninya. aspek khusus dari pekerjaan lapangan dengan mengidentifikasi masalah dan melalui identifikasi kata masalah, menemukan solusi. Oleh karena itu diperlukan untuk psikologi lingkungan berorientasi untuk menjadi masalah. Masalah-masalah yang diidentifikasi oleh psikolog lingkungan mempengaruhi semua anggota masyarakat. Masalah ini bisa apa saja dari efek psikologis crowding perkotaan dengan desain arsitektur sekolah umum dan memperpanjang dari arena publik ke dalam rumah tangga secara individual.
Salah satu aspek penting dari sebuah lapangan yang berorientasi masalah adalah bahwa dengan mengidentifikasi masalah, solusi muncul dari penelitian yang diperoleh. Solusi-solusi yang dapat membantu dalam membuat fungsi masyarakat yang lebih baik secara keseluruhan dan menciptakan kekayaan pengetahuan tentang cara kerja dalam masyarakat. Lingkungan psikolog Harold Proshansky membahas bagaimana lapangan juga "nilai berorientasi" karena ladang komitmen untuk memperbaiki masyarakat melalui identifikasi masalah. Proshansky membahas pentingnya untuk tidak hanya memahami masalah, tetapi juga perlunya solusi. Proshansky juga menunjukkan beberapa masalah pendekatan masalah yang berorientasi untuk psikologi lingkungan. Pertama masalah yang diidentifikasi harus belajar di bawah spesifikasi tertentu: ia harus berjalan dan terjadi dalam kehidupan nyata, bukan di laboratorium. Kedua, gagasan tentang masalah harus berasal langsung dari sumbernya - yang berarti mereka harus datang langsung dari lingkungan spesifik di mana masalah itu terjadi. The solusi dan pemahaman masalah tidak dapat berasal dari lingkungan yang telah dibangun dan dimodelkan agar terlihat seperti kehidupan nyata. Lingkungan psikologi harus mencerminkan masyarakat sebenarnya tidak sebuah masyarakat yang dibangun dalam lingkungan laboratorium. Tugas sulit dari psikolog lingkungan adalah untuk mempelajari masalah seperti yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Sulit untuk menolak semua penelitian laboratorium karena percobaan laboratorium di mana teori dapat diuji tanpa merusak lingkungan yang sebenarnya atau dapat melayani sebagai model ketika pengujian solusi. Proshansky membuat titik ini juga, membahas kesulitan dalam pendekatan berorientasi masalah keseluruhan. Dia menyatakan bahwa adalah penting, namun untuk psikolog lingkungan untuk memanfaatkan semua aspek penelitian dan analisis temuan dan mempertimbangkan baik dan individual aspek umum dari masalah.
psikologi Lingkungan menangani masalah-masalah lingkungan seperti kepadatan dan berdesakan, polusi suara, sub-standar hidup, dan pembusukan perkotaan. Kebisingan meningkatkan tekanan lingkungan. Meskipun telah ditemukan bahwa kontrol dan prediktabilitas merupakan faktor terbesar dalam efek stres kebisingan; konteks, pitch, sumber dan pembiasaan juga variabel penting . Lingkungan psikolog telah berteori bahwa kepadatan dan berdesakan juga dapat memiliki efek buruk pada suasana hati dan dapat menyebabkan penyakit akibat stres. Untuk memahami dan memecahkan masalah lingkungan, psikolog lingkungan percaya konsep dan prinsip harus datang langsung dari pengaturan fisik dan masalah yang melihat. Sebagai contoh, faktor-faktor yang mengurangi perasaan berjejal dalam bangunan meliputi:
Windows - khususnya yang yang dapat dibuka dan orang-orang yang memberikan pandangan serta cahaya
Tinggi langit-langit
Pintu ke ruang membagi (Baum dan Davies) dan kontrol akses memberikan
Kamar bentuk - kamar persegi merasa kurang ramai daripada yang empat persegi panjang (Dresor)
Menggunakan partisi untuk membuat yang lebih kecil, ruang pribadi dalam sebuah kantor yang terbuka atau ruang kerja yang lebih besar.
Memberikan peningkatan kontrol kognitif atas aspek lingkungan internal, seperti ventilasi, privasi cahaya,, dll
Melakukan penilaian kognitif lingkungan dan perasaan berkerumun di setting yang berbeda. Misalnya, satu mungkin nyaman dengan berjejal di konser tapi tidak di koridor sekolah.
Membuat ruang dipertahankan (Calhoun)
sumber : wikipedia.com
psikologi lingkungan
Christopher Spencer
Departemen Psikologi, University of Sheffield, Inggris
Dalam buku ini, Anda akan bertemu dengan keragaman wilayah di mana lingkungan
psikolog sudah bekerja. Namun, dalam pengantar ini, kami ingin
berpendapat bahwa psikologi lingkungan memiliki potensi banyak aplikasi jadi, namun merupakan
sedikit diketahui tentang jurnal di luar sendiri dan konferensi bahwa potensi
manfaat ditolak kepada dunia. Apakah ini kesalahan kami, karena gagal untuk "memberikannya"
dan jika demikian, apa yang bisa dilakukan dan sedang dilakukan, untuk membuat temuan yang lebih
diakses?
Perdebatan tentang penerapan temuan penelitian dari psikologi lingkungan
adalah setua disiplin itu sendiri dan telah disebut sebagai penerapan "
kesenjangan "(Russell & Ward, 1982; Seidel, 1985). Apa pengenalan yang dilakukan adalah
mengumpulkan pandangan mengenai keadaan saat ini perdebatan dari para ahli yang bekerja di lapangan.
Christopher Spencer menulis kepada rekan banyak berpengalaman untuk meminta pendapat mereka,
dan kami akan dengan izin mereka merangkum beberapa pikiran mereka. Seperti yang akan kita
lihat, ini cluster pendapat sekitar dua terkait isu erat yaitu, siapa yang harus
kita akan memberikan penelitian kami dan bagaimana hal ini harus dilakukan? Namun, sebelum kami
melihat keadaan saat ini perdebatan itu adalah berguna untuk menghilangkan yang sering diajukan
mitos tentang psikologi lingkungan yaitu hal-hal baru dari disiplin.
"Psikologi Lingkungan adalah suatu daerah yang baru"
Dibandingkan dengan daerah lain psikologi, psikolog lingkungan
wont untuk menggambarkan daerah mereka sebagai cabang baru psikologi. Namun, dalam kenyataannya
psikologi lingkungan telah sekitar selama bertahun-tahun. Proshansky dan
rekan 'pelopor volume meluncurkan judul sangat "Lingkungan
Psikologi "telah diterbitkan sejauh 1970 dan sejak saat itu, sejumlah besar
penelitian telah dihasilkan. Dua besar volume dari Handbook Page 8
Bab Satu
2
Psikologi Lingkungan muncul pada 1987 (1648 halaman meringkas penelitian
sampai titik) dengan dua edisi berikutnya terus untuk merekam pertumbuhannya.
Jurnal Psikologi Lingkungan dimulai pada tahun 1981 dan seperempat
abad kemudian, jurnal masih menerima naskah lebih banyak daripada
dapat mempublikasikan. Demikian pula jurnal sentral lain di lapangan, Lingkungan dan
Perilaku terus berkembang, (2007 melihat volume 39 yang diterbitkan) dan
jurnal beberapa artikel yang relevan secara berkala melakukan misalnya The Journal of
Desain Arsitektur Penelitian.
Juga tidak ada kekurangan asosiasi profesi misalnya Amerika
Psychological Association (APA) telah sebagai "Divisi yang Populasi 34 dan
Lingkungan ", yang menyatakan tujuannya adalah" untuk meningkatkan interaksi antara manusia
perilaku, lingkungan dan populasi ". Demikian pula, Kanada Psikologi
Asosiasi memiliki bagian yang kuat yang ditujukan untuk psikologi lingkungan. The
asosiasi nasional setara di negara lain bervariasi dalam jangkauan mereka. Dalam
Inggris misalnya, British Psychological Society (BPS) sebagian besar mengabaikan
lapangan, dan banner yang dilakukan oleh organisasi yang lebih informal
"Psikologi Lingkungan di Inggris" (EPUK), dibentuk oleh kedatangan
bersama psikolog dan arsitek yang berbagi minat yang sama. Sebuah banyak
lagi mendirikan tempat pertemuan adalah Desain Lingkungan Riset
sumber : http://www.c-s-p.org/flyers/9781847182180-sample.pdf
Departemen Psikologi, University of Sheffield, Inggris
Dalam buku ini, Anda akan bertemu dengan keragaman wilayah di mana lingkungan
psikolog sudah bekerja. Namun, dalam pengantar ini, kami ingin
berpendapat bahwa psikologi lingkungan memiliki potensi banyak aplikasi jadi, namun merupakan
sedikit diketahui tentang jurnal di luar sendiri dan konferensi bahwa potensi
manfaat ditolak kepada dunia. Apakah ini kesalahan kami, karena gagal untuk "memberikannya"
dan jika demikian, apa yang bisa dilakukan dan sedang dilakukan, untuk membuat temuan yang lebih
diakses?
Perdebatan tentang penerapan temuan penelitian dari psikologi lingkungan
adalah setua disiplin itu sendiri dan telah disebut sebagai penerapan "
kesenjangan "(Russell & Ward, 1982; Seidel, 1985). Apa pengenalan yang dilakukan adalah
mengumpulkan pandangan mengenai keadaan saat ini perdebatan dari para ahli yang bekerja di lapangan.
Christopher Spencer menulis kepada rekan banyak berpengalaman untuk meminta pendapat mereka,
dan kami akan dengan izin mereka merangkum beberapa pikiran mereka. Seperti yang akan kita
lihat, ini cluster pendapat sekitar dua terkait isu erat yaitu, siapa yang harus
kita akan memberikan penelitian kami dan bagaimana hal ini harus dilakukan? Namun, sebelum kami
melihat keadaan saat ini perdebatan itu adalah berguna untuk menghilangkan yang sering diajukan
mitos tentang psikologi lingkungan yaitu hal-hal baru dari disiplin.
"Psikologi Lingkungan adalah suatu daerah yang baru"
Dibandingkan dengan daerah lain psikologi, psikolog lingkungan
wont untuk menggambarkan daerah mereka sebagai cabang baru psikologi. Namun, dalam kenyataannya
psikologi lingkungan telah sekitar selama bertahun-tahun. Proshansky dan
rekan 'pelopor volume meluncurkan judul sangat "Lingkungan
Psikologi "telah diterbitkan sejauh 1970 dan sejak saat itu, sejumlah besar
penelitian telah dihasilkan. Dua besar volume dari Handbook Page 8
Bab Satu
2
Psikologi Lingkungan muncul pada 1987 (1648 halaman meringkas penelitian
sampai titik) dengan dua edisi berikutnya terus untuk merekam pertumbuhannya.
Jurnal Psikologi Lingkungan dimulai pada tahun 1981 dan seperempat
abad kemudian, jurnal masih menerima naskah lebih banyak daripada
dapat mempublikasikan. Demikian pula jurnal sentral lain di lapangan, Lingkungan dan
Perilaku terus berkembang, (2007 melihat volume 39 yang diterbitkan) dan
jurnal beberapa artikel yang relevan secara berkala melakukan misalnya The Journal of
Desain Arsitektur Penelitian.
Juga tidak ada kekurangan asosiasi profesi misalnya Amerika
Psychological Association (APA) telah sebagai "Divisi yang Populasi 34 dan
Lingkungan ", yang menyatakan tujuannya adalah" untuk meningkatkan interaksi antara manusia
perilaku, lingkungan dan populasi ". Demikian pula, Kanada Psikologi
Asosiasi memiliki bagian yang kuat yang ditujukan untuk psikologi lingkungan. The
asosiasi nasional setara di negara lain bervariasi dalam jangkauan mereka. Dalam
Inggris misalnya, British Psychological Society (BPS) sebagian besar mengabaikan
lapangan, dan banner yang dilakukan oleh organisasi yang lebih informal
"Psikologi Lingkungan di Inggris" (EPUK), dibentuk oleh kedatangan
bersama psikolog dan arsitek yang berbagi minat yang sama. Sebuah banyak
lagi mendirikan tempat pertemuan adalah Desain Lingkungan Riset
sumber : http://www.c-s-p.org/flyers/9781847182180-sample.pdf
ruang lingkupnya
Lingkungan psikolog mempelajari cara orang dan lingkungan fisik yang mempengaruhi satu sama lain. Lingkungan ini bisa berkisar dari rumah dan kantor ke daerah-daerah perkotaan dan daerah. psikolog lingkungan dapat melakukan penelitian dasar, misalnya, mengevaluasi sikap-sikap masyarakat terhadap lingkungan yang berbeda atau rasa ruang pribadi, atau penelitian mereka dapat diterapkan, seperti mengevaluasi desain kantor atau menilai dampak psikologis pemerintah rencana untuk membangun sampah baru -perawatan situs. Lebih khusus, psikolog lingkungan dapat mempelajari pengaruh atau populasi kepadatan crowding pada perilaku dan sikap, pengaruh polusi, suhu, kebisingan, kondisi pencahayaan, dan aroma pada perilaku, atau mereka mungkin mempelajari cara aspek lingkungan fisik, seperti dinding warna atau musik di kantor, dapat mempengaruhi kerja. Check out APA Divisi 34, Kependudukan dan Psikologi Lingkungan di mana dapat ditemukan daftar program sarjana di bidang ini .. Sebuah karir dalam psikologi lingkungan halaman dari West Chester Universitas dapat memberikan informasi lebih lanjut di daerah ini.
sumber : http://campus.udayton.edu/~psych/handbook/AREASO~1.HTM
sumber : http://campus.udayton.edu/~psych/handbook/AREASO~1.HTM
ruang lingkup psikologi lingkungan
Meskipun "psikologi lingkungan" ini bisa dibilang terkenal dan lebih komprehensif deskripsi terbaik dari lapangan, juga dikenal sebagai ilmu sosial, lingkungan, psikologi arsitektur , sosial-arsitektur , psikologi ekologi , ecopsychology , geografi perilaku , perilaku-studi lingkungan, orang- studi lingkungan, sosiologi lingkungan, ekologi sosial , dan penelitian desain lingkungan.
sumber: wikiversity.com
sumber: wikiversity.com
defini psikologi lingkungan
he paper addresses three issues: (1) the possibility of a unified description of environment–behaviour (EB) relationships and the place of environmental psychology therein. Makalah ini membahas tiga isu: (1) kemungkinan deskripsi kesatuan lingkungan-perilaku (EB) hubungan dan tempat psikologi lingkungan di dalamnya. The points of departure are sets of, respectively, behaviours and environments. Titik keberangkatan adalah set, masing-masing, perilaku dan lingkungan. In an analogy to canonical correlation, groups of variables that describe behaviour/subjective experiences and groups of variables that describe environments are joined through setting variates that constitute instances of environment behaviour studies. Dalam analogi korelasi kanonik, kelompok variabel yang menggambarkan perilaku / pengalaman subjektif dan kelompok variabel yang menggambarkan lingkungan yang bergabung melalui pengaturan variates yang merupakan contoh studi perilaku lingkungan. (2) The research act is conceptualised as a setting variate, which allows for turning the circumstances that constitute the research act, that is behaviour (researcher in social context) and environment (research objects in research space) into objects of scrutiny in their own right. (2) Tindakan penelitian ini dikonseptualisasikan sebagai pengaturan memvariasikan, yang memungkinkan untuk mengubah keadaan yang merupakan tindakan penelitian, yaitu perilaku (peneliti dalam konteks sosial) dan lingkungan (objek penelitian dalam penelitian ruang angkasa) ke objek pengawasan dalam mereka sendiri benar. (3) Implications for the emic–etic paradox and the future of environmental psychology are considered in light of the growing globalisation of environmental challenges and ways of addressing them. (3) Implikasi untuk-etik paradoks emik dan masa depan psikologi lingkungan dipertimbangkan dalam terang globalisasi berkembang tantangan lingkungan dan cara-cara mengatasinya.
sumber : http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0272494409000073
sumber : http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0272494409000073
defininya
psikologi lingkungan merupakan sebuah sekolah pemikiran yang berfokus pada pengaruh lingkungan pada perilaku manusia. Menurut psikologi lingkungan, fobia dipelajari perilaku yang dipicu oleh faktor eksternal. Sebagai contoh, seorang anak yang diserang oleh anjing mungkin lebih mungkin untuk mengembangkan fobia anjing di masa dewasa.
Beberapa ahli percaya bahwa ini adalah pandangan yang terlalu sederhana tentang fobia, dan faktor-faktor seperti genetika dan kimia otak mungkin memainkan peran yang lebih besar dalam pengembangan fobia. Terlepas, banyak perawatan seperti terapi kognitif-perilaku berasumsi bahwa perilaku belajar memainkan bagian besar dalam fobia.
sumber: about.com fobia
Beberapa ahli percaya bahwa ini adalah pandangan yang terlalu sederhana tentang fobia, dan faktor-faktor seperti genetika dan kimia otak mungkin memainkan peran yang lebih besar dalam pengembangan fobia. Terlepas, banyak perawatan seperti terapi kognitif-perilaku berasumsi bahwa perilaku belajar memainkan bagian besar dalam fobia.
sumber: about.com fobia
sejarah penting psikologi lingkungan
Psikologi Lingkungan adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dan lingkungan fisik mereka, dan itu merupakan daerah yang saya mulai tertarik dengan cara kembali ke sekolah pascasarjana hari saya. Saya telah menulis sebuah buku tentang subjek, Psikologi Lingkungan (Brooks / Cole, 1993), dan saya di dewan redaksi review Lingkungan & Perilaku dan The Journal of Psikologi Lingkungan . Saya juga terhormat telah diidentifikasi sebagai salah satu "orang kunci" dalam sejarah psikologi lingkungan dengan survei lebih dari 300 peneliti di lapangan yang dilakukan pada tahun 2005. Penelitian saya kepentingan di daerah ini telah memberikan saya sejumlah kesempatan yang menarik. Sebagai contoh, saya bekerja sama dengan US Army Corps of Engineers dan Departemen Urusan Masyarakat Florida pada mereka tercatat Kapasitas Studi di Florida Keys , dan saya juga bekerja sama dengan Kebun Binatang Brookfield di Chicago pada desain pameran interaktif. Selama musim panas 2003, saya berkesempatan untuk menghabiskan beberapa minggu di Republik Ceko, Hongaria, dan Slovakia sebagai peserta dalam sebuah seminar tentang lingkungan yang krisis Eropa Tengah yang disponsori oleh Yayasan Mellon melalui "Proyek Mitra Global." lingkungan yang paling terakhir studi psikologi saya telah berhubungan dengan ikatan emosional antara orang dan tempat-tempat yang mereka hidup, suatu kepentingan yang tumbuh keluar dari pekerjaan saya sebelumnya tentang perilaku teritorial manusia. Jika Anda tertarik pada pekerjaan ini dan ingin salinan dari akar-akar Skala , klik pada link. Saya juga pada tahap awal dari proyek pada psikologi lingkungan rumah berhantu. Daftar presentasi psikologi lingkungan dan publikasi dari Knox College Departemen Psikologi berikut, sebagian besar penulis adalah mantan co-Knox College siswa. Salah satu mahasiswa, Paul Harris , bahkan kemudian menjadi hidup, psikolog lingkungan nyata. Paulus memiliki bekerja di berbagai dan diterapkan pengaturan akademis, dan dia saat ini seorang profesor psikologi di Rollins College di Florida. Akhirnya, periksa halaman web untuk kursus saya di psikologi lingkungan .
sumber : Brackney, M., & McAndrew, FT (2001). pandangan dunia ekologis dan penerimaan berbagai jenis argumen untuk melestarikan spesies yang terancam punah. Jurnal Pendidikan Lingkungan Hidup 33,, 17-20.
McAndrew, FT (2000, Januari). Sosial dan Faktor Psikologis untuk Pertimbangkan dalam Pembangunan Kapasitas tercatat Model. Lokakarya presentasi di Florida Keys Daya Dukung Studi Workshop Skenario, Marathon, Florida.
sumber : Brackney, M., & McAndrew, FT (2001). pandangan dunia ekologis dan penerimaan berbagai jenis argumen untuk melestarikan spesies yang terancam punah. Jurnal Pendidikan Lingkungan Hidup 33,, 17-20.
McAndrew, FT (2000, Januari). Sosial dan Faktor Psikologis untuk Pertimbangkan dalam Pembangunan Kapasitas tercatat Model. Lokakarya presentasi di Florida Keys Daya Dukung Studi Workshop Skenario, Marathon, Florida.
psikologi lingkungan
Pruitt Igoe oleh Minoru Yamasaki
Sepanjang sejarah, arsitektur tidak pernah merumuskan pengetahuan terorganisasi psikologi lingkungan. Paling menonjol AS arsitek, sampai saat ini dipimpin oleh Philip Johnson memandang pekerjaan mereka sebagai bentuk seni. Mereka melihat tanggung jawab sedikit untuk dampak sosial dari desain mereka yang disorot dengan kegagalan pengembangan perumahan umum seperti Yamasaki's Pruitt. psikologi lingkungan telah menaklukkan satu genre arsitektur Namun keseluruhan - toko ritel, dan setiap tempat komersial lainnya dimana kekuatan untuk memanipulasi suasana hati dan perilaku pelanggan, seperti stadion, kasino, mall, dan bandara. Dari Philip Kotler 's kertas tengara di Atmospherics dan Alan Hirsch 's "Dampak Ambient Bau on-Mesin Usage Slot di Las Vegas Casino", melalui penciptaan dan pengelolaan transfer Gruen , ritel sangat bergantung pada psikologi, penelitian asli, kelompok fokus, dan observasi langsung. Salah satu siswa Whyte's William, Paco Underhill , membuat hidup sebagai "antropolog belanja".
Hal itu tidak mengejutkan saya kemudian menemukan bahwa meskipun kita hidup di usia yang fokus pada 'pengalaman manusia' hanya ada satu lembaga Inggris yang menawarkan Psikologi Lingkungan studi - di Universitas Surrey . Pada situs web mereka mereka mengatakan mereka adalah kursus Inggris hanya Pascasarjana yang meneliti interaksi masyarakat dengan lingkungan - persepsi mereka, sikap dan tindakan. Ini menyelidiki proses psikologis yang memungkinkan kita untuk memahami makna bahwa situasi lingkungan miliki untuk orang yang bertindak secara individu atau dalam kelompok, dan bagaimana orang menciptakan dan menggunakan tempat.
Sejarah: Penelitian dalam Psikologi Lingkungan dimulai pada tahun 1950 dengan kampanye untuk meningkatkan rumah sakit mental. Arsitek bertugas membangun rumah sakit ini mana lebih peduli dengan struktur daripada kebutuhan manusia. Mereka berpaling ke psikolog untuk informasi pada kognisi dan sosial dan perilaku manusia. Kolaborasi antara arsitek dan psikolog menciptakan lapangan disebut Arsitektur Psikologi. Selama bertahun-tahun, masalah berkembang di luar situasi arsitektur untuk taman dan lanskap, sehingga menciptakan Psikologi Lingkungan. Peneliti mulai menemukan ketidakcocokan antara manusia dan lingkungannya. Psikolog mulai mencoba untuk menyelesaikan masalah ini melalui desain ditingkatkan. Bidang yang telah dimulai dengan menyelidiki warna dan sistem kursi di rumah sakit pindah ke pelacakan pengunjung di taman nasional dan mempelajari stres yang terkait dengan perkotaan Komuter.
URL TrackBack untuk entri ini:
http://www.typepad.com/services/trackback/6a00d83456116a69e200d8353275ff53ef
Sepanjang sejarah, arsitektur tidak pernah merumuskan pengetahuan terorganisasi psikologi lingkungan. Paling menonjol AS arsitek, sampai saat ini dipimpin oleh Philip Johnson memandang pekerjaan mereka sebagai bentuk seni. Mereka melihat tanggung jawab sedikit untuk dampak sosial dari desain mereka yang disorot dengan kegagalan pengembangan perumahan umum seperti Yamasaki's Pruitt. psikologi lingkungan telah menaklukkan satu genre arsitektur Namun keseluruhan - toko ritel, dan setiap tempat komersial lainnya dimana kekuatan untuk memanipulasi suasana hati dan perilaku pelanggan, seperti stadion, kasino, mall, dan bandara. Dari Philip Kotler 's kertas tengara di Atmospherics dan Alan Hirsch 's "Dampak Ambient Bau on-Mesin Usage Slot di Las Vegas Casino", melalui penciptaan dan pengelolaan transfer Gruen , ritel sangat bergantung pada psikologi, penelitian asli, kelompok fokus, dan observasi langsung. Salah satu siswa Whyte's William, Paco Underhill , membuat hidup sebagai "antropolog belanja".
Hal itu tidak mengejutkan saya kemudian menemukan bahwa meskipun kita hidup di usia yang fokus pada 'pengalaman manusia' hanya ada satu lembaga Inggris yang menawarkan Psikologi Lingkungan studi - di Universitas Surrey . Pada situs web mereka mereka mengatakan mereka adalah kursus Inggris hanya Pascasarjana yang meneliti interaksi masyarakat dengan lingkungan - persepsi mereka, sikap dan tindakan. Ini menyelidiki proses psikologis yang memungkinkan kita untuk memahami makna bahwa situasi lingkungan miliki untuk orang yang bertindak secara individu atau dalam kelompok, dan bagaimana orang menciptakan dan menggunakan tempat.
Sejarah: Penelitian dalam Psikologi Lingkungan dimulai pada tahun 1950 dengan kampanye untuk meningkatkan rumah sakit mental. Arsitek bertugas membangun rumah sakit ini mana lebih peduli dengan struktur daripada kebutuhan manusia. Mereka berpaling ke psikolog untuk informasi pada kognisi dan sosial dan perilaku manusia. Kolaborasi antara arsitek dan psikolog menciptakan lapangan disebut Arsitektur Psikologi. Selama bertahun-tahun, masalah berkembang di luar situasi arsitektur untuk taman dan lanskap, sehingga menciptakan Psikologi Lingkungan. Peneliti mulai menemukan ketidakcocokan antara manusia dan lingkungannya. Psikolog mulai mencoba untuk menyelesaikan masalah ini melalui desain ditingkatkan. Bidang yang telah dimulai dengan menyelidiki warna dan sistem kursi di rumah sakit pindah ke pelacakan pengunjung di taman nasional dan mempelajari stres yang terkait dengan perkotaan Komuter.
URL TrackBack untuk entri ini:
http://www.typepad.com/services/trackback/6a00d83456116a69e200d8353275ff53ef
Sejarah psikologi lingkungan
psikologi lingkungan adalah bidang interdisipliner difokuskan pada interaksi antara manusia dan lingkungannya. lapangan mendefinisikan istilah lingkungan hidup secara luas, yang meliputi lingkungan alami, pengaturan sosial, lingkungan dibangun, lingkungan belajar, dan lingkungan informasi. Sejak konsepsi, lapangan telah berkomitmen untuk pengembangan disiplin yang berorientasi nilai baik dan berorientasi masalah, prioritas penelitian yang bertujuan untuk memecahkan masalah lingkungan yang kompleks dalam mengejar kesejahteraan individu dalam masyarakat yang lebih besar.
Asal-usul bidang studi ini tidak diketahui, bagaimanapun, Willy Hellpach dikatakan orang pertama yang menyebut "Psikologi Lingkungan". Salah satu bukunya, Geopsyche membahas topik-topik seperti bagaimana matahari dan bulan mempengaruhi aktivitas manusia, dampak lingkungan yang ekstrim, dan efek warna dan bentuk.
Berakhirnya Perang Dunia II membawa permintaan lebih tinggi untuk perkembangan dalam bidang psikologi sosial terutama di bidang perubahan sikap, proses kecil-kelompok, dan antargolongan konflik. Tuntutan ini menyebabkan psikolog untuk mulai menerapkan teori-teori psikologi sosial terhadap sejumlah isu sosial seperti prasangka, perang, dan perdamaian. Diperkirakan bahwa jika masalah yang dibahas, pengertian dan prinsip-prinsip yang mendasari akan permukaan.
Walaupun periode ini sangat penting untuk pengembangan lapangan, metodologi yang digunakan untuk melaksanakan studi tersebut dipertanyakan. Pada waktu itu, studi sedang dilakukan di laboratorium, yang menyebabkan beberapa keraguan mengenai validitas mereka di dunia nyata.
sumber :Irwin Altman Distinguished Professor Emeritus, University of Utah
Jay Appleton , geografer Inggris yang mengajukan 'teori habitat' dan maju konsep 'prospek-perlindungan'
David Chapin Profesor Psikologi Lingkungan, Pusat Pascasarjana, Universitas Kota New York
Asal-usul bidang studi ini tidak diketahui, bagaimanapun, Willy Hellpach dikatakan orang pertama yang menyebut "Psikologi Lingkungan". Salah satu bukunya, Geopsyche membahas topik-topik seperti bagaimana matahari dan bulan mempengaruhi aktivitas manusia, dampak lingkungan yang ekstrim, dan efek warna dan bentuk.
Berakhirnya Perang Dunia II membawa permintaan lebih tinggi untuk perkembangan dalam bidang psikologi sosial terutama di bidang perubahan sikap, proses kecil-kelompok, dan antargolongan konflik. Tuntutan ini menyebabkan psikolog untuk mulai menerapkan teori-teori psikologi sosial terhadap sejumlah isu sosial seperti prasangka, perang, dan perdamaian. Diperkirakan bahwa jika masalah yang dibahas, pengertian dan prinsip-prinsip yang mendasari akan permukaan.
Walaupun periode ini sangat penting untuk pengembangan lapangan, metodologi yang digunakan untuk melaksanakan studi tersebut dipertanyakan. Pada waktu itu, studi sedang dilakukan di laboratorium, yang menyebabkan beberapa keraguan mengenai validitas mereka di dunia nyata.
sumber :Irwin Altman Distinguished Professor Emeritus, University of Utah
Jay Appleton , geografer Inggris yang mengajukan 'teori habitat' dan maju konsep 'prospek-perlindungan'
David Chapin Profesor Psikologi Lingkungan, Pusat Pascasarjana, Universitas Kota New York
Langganan:
Postingan (Atom)